BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Memahami Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) akan lebih lengkap dan tepat bila ditelusuri asalmula kelahirannya terlebih dahulu. Setelah itu baru tentang proses perumusannya, substansi/isinya (termasuk perubahannya) gerakpelaksanaannya, dan terakhir penerapannya. Asalmula kelahiran UUD 1945 baru dapat lebih dimengerti apabila dikaitkan dengan asalmula kelahiran dan perumusan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini jelas, sebab pemahaman Batang Tubuh (BT) UUD 1945 merupakan pemahaman dalam kerangka penjabaran Pancasila sebagai dasar negara. Proses perumusan UUD 1945 sangat berkait dengan proses konsensusnasional (secara yuridis-formal ketatanegaraan) bangsa Indonesia di awal pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang disiapkan oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan disahkan kemudian oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Substansi/isi UUD 1945 (termasuk UUD 1945 Setelah Perubahan I—IV) meliputi pembahasan tentang nilai/norma/kaidah yang terdapat dalam Pembukaan.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain:
1) Bagaimana asal mula kelahiran Undang-undang Dasar 1945?
2) Bagaimana perumusan Undang-undang Dasar 1945?
3) Bagaimana substansi UUD 1945?
4) Bagaimana perkembangan UUD 1945?
C.Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah agar mahasiswa mampu mengetahui sebagai berikut:
1) Agar mahasiswa mengetahui asal mula kelahiran Undang-Undang Dasar 1945
2) Agar mahasiswa mengetahui perumusan Undang-undang Dasar 1945
3) Agara mahasiswa mengetahui substansi UUD 1945
4) Agar mahasiswa mengetahui perkembangan UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asalmula Kelahiran UUD 1945
UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Ketiganya sebagai satu-kesatuan pemahaman UUD (hukum dasar tertulis) yang utuh. Batang Tubuh sebagai perwujudan dari Pembukaan. Pembukaan sendiri merupakan Teks Poklamasi yang terinci dan lengkap. Teks Proklamasi itu merupakan dokumen pernyataan politik dari proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi dari perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia sejak dijajah pertamakalinya tahun 1596 (oleh Belanda) di daerah Banten yang kini menjadi Propinsi Banten. Teks Proklamasi dirumuskan atas dasar ampera (amanat penderitaan rakyat: kemerdekaan, persatuan, keadilan, kesederajatan, kemakmuran, dst.) selama 353,5 tahun dan bahkan lebih jauh lagi ke belakang sejak perjuangan kemerdekaan rakyat terhadap feodalisme penguasa suku-suku asli dan kerajaan-kerajaan domestik. Tegasnya, ampera-lah yang mendorong dibuat dan dibacakannya Teks Proklamasi. Dengan demikian, UUD 1945 akan dapat dipahami dengan benar dan tepat apabila nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaannya dipahami terlebih dahulu sebagai uraian terinci dan lengkap dari substansi Teks Proklamasi. Di sini jelas bahwa UUD 1945 tidak lahir mendadak di saat-saat menjelang tanggal 18 Agustus 1949, tetapi ia lahir di dalam dan selama proses perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Karenanya, untuk mengerti dan menghayati UUD 1945 tidak cukup hanya dengan membaca teksnya saja. Ini berarti bahwa dalam penerapan dan perubahannya harus dengan cermat untuk mau menelusuri asalmula kelahirannya agar tidak tercabut dari akar-sejarahnya.
B. Proses Perumusan UUD 1945
Istilah ‘pancasila’ dikemukakan pertama kalinya oleh Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di saat ia mendapat giliran berpidato sesudah M. Yamin dan Soepomo. Sila-sila dari ‘pancasila’ memang secara formal (di dalam Sidang-sidang BPUPKI) dikemukakan oleh ketiga tokoh-konseptor/perumus (M. Yamin, Soepomo, dan Soekarno). Ketiganya sama-sama mengusulkan kata-kata-kunci yang serupa (hampir sama), yang berbeda adalah tata urutannya. Namun demikian, dalam sidang-sidang BPUPKI itu tidak diputuskan usulan Pancasila dari siapa yang sebagai ‘calon’ dasar-negara dari negara yang akan didirikan. Pada tanggal 18 Agustus 1945, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, barulah disepakati oleh bangsa Indonesia (melalui pengesahan PPKI) bahwa Pancasila sebagai dasar-negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Istilah ‘pancasila’-nya sendiri tidak ditulis/dikukuhkan dalam UUD 1945. Yang dikukuhkan adalah kelima-sila yang substansinya pernah disampaikan oleh ketiga tokoh-konseptor/perumus tersebut. Rumusannya itu pun telah mengalami perubahan baik dalam tata-urutan maupun dalam tata-kata. Rumusan lima-sila yang termuat/tertulis pada Pembukaan UUD 1945 itu lah yang kemudian sebagai rumusan Pancasila yang resmi dan sah. Rumusan ini pula yang kemudian menjadi ‘roh’ dari substansi Pembukaan UUD 1945. Di sini jelas bahwa UUD yang berkedudukan sebagai konstitusi-negara adalah UUD 1945 yang di dalam Pembukaannya termuat rumusan Pancasila yang merupakan kesepakatan bangsa Indonesia (melalui PPKI) dan yang sila-pertamanya adalah yang bukan seperti yang terumus di dalam Piagam Jakarta. Atas dasar pemahaman UUD 1945 seperti inilah yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini.
C. Substansi UUD 1945 (termasuk UUD 1945 Setelah Perubahan)
UUD 1945 berkedudukan sebagai:
1) Hukum Dasar Tertulis
2) Hukum positif tertinggi
3) UU tentang pembentukan pendirian NKRI
4) Wujud kontrak-sosial tertinggi bangsa Indonesia
Karena sebagai hukum, ia mengikat dan memaksa:
1) Setiap lembaga negara
2) Setiap warga negara Indonesia
3) Setiap penduduk Indonesia
4) Setiap lembaga/organisasi kemasyarakatan (LSM, ORMAS, Partai Politik)
UUD 1945 bersifat fleksibel dan singkat. Fleksibel karena dapat dirubah (Pasal 37) sesuai dengan perkembangan zaman. Singkat karena hanya memuat aturan-aturan pokoknya saja (37 pasal); kecuali UUD Setelah Perubahan, karena ia sudah tidak singkat lagi.
Pembukaan UUD 1945
Pada Sidang Istimewa MPR tahun 1998, Sidang Umum MPR 1999, dan Sidang Tahunan MPR 2000; Pembukaan UUD 1945 disepakati untuk tidak dirubah. Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat (4) alinea, yaitu
Alinea I sebagai konsekuensi dari Teks Proklamasi.
Alinea II sebagai konsekuensi dari Alinea I.
Alinea III sebagai konsekuensi dari Alinea II.
Alinea IV sebagai konsekuensi dari Alinea III.
Terakhir, Alinea IV memberi konsekuensi pada Pokok-pokok Pikiran
Pembukaan UUD 1945.
Dalam Alinea I, bangsa Indonesia menyatakan:
a) Anti terhadap penjajahan
b) Menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam Alinea II, bangsa Indonesia menyatakan:
a) Perjuangan kemerdekaan sudah di depan pintu gerbang, dan
b) Cita-cita bangsa selanjutnya (Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur)
Dalam Alinea III, bangsa Indonesia menyatakan:
a) Kemerdekaan sudah diproklamasikan
b) Kemerdekaan itu atas rahmat Tuhan YME
c) Selain itu kemerdekaan itu sebagai hasil perjuangan sendiri
Dalam Alinea IV, bangsa Indonesia menyatakan:
a) Susunan pemerintah negara
b) Tujuan/ fungsi negara
c) UUD negara Indonesia
d) Sistem pemerintahan Republik
e) Bentuk kedaulatan rakyat
f) Ideologi Pancasila
Keempat alinea itu harus dipahami menurut tuntunan Pokok-pokok Pikiran Pembukaan, yaitu bahwa setiap penyelenggara negara di Indonesia harus mendahulukan persatuan dan kesatuan (Pokok Pikiran I), setelah itu baru menjalankan pembangunan nasional (Pokok Pikiran II), yang dilaksanakan secara demokratis (Pokok Pikiran III), yang dilandaskan pada taqwa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (bertaqwa secara beradab) (Pokok Pikiran IV).
Nilai-nilai yang terdapat pada ideologi Pancasila berkedudukan sebagai Nilai Luhur (NL), sementara nilai-nilai lainnya yang terdapat pada Pembukaan berkedudukan sebagai Nilai Dasar (ND). Kedua derajat nilai ini bersifat universal dan lestari, tetapi pemahamannya bersifat eksklusif Indonesia.
Nilai-nilai (NL dan ND) itu selanjutnya diwujudkan dan dijabarkan dalam bentuk pasal-pasal/ayat-ayat pada Batang Tubuh UUD 1945. Penafsiran dan/atau perubahan Batang Tubuh UUD 1945 (sebagaimana ternyata telah dirubah untuk yang Pertama (1999) dan Kedua (2000) oleh MPR) tidak boleh menyimpang dari semangat NL dan ND yang termuat di dalam Pembukaan UUD 1945. Tegasnya, perubahan (dalam Batang Tubuh) itu dapat dilakukan sejauh masih dalam kerangka penjabaran/pewujudan nilai-nilai (NL dan ND) yang terdapat pada Pembukaan UUD 1945. Itulah hubungan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945.
Batang Tubuh UUD 1945
Sistem Pemerintahan Negara (UUD 1945) didasarkan pada tujuh kunci
pokok :
a) NKRI sebagai Negara Hukum
b) NKRI menganut sistem konstitusional
c) MPR sebagai pelaku sepenuhnya kedaulatan rakyat
d) Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR
e) DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden, Presiden tidak dapat dijatuhkan oleh DPR
f) Menteri negara sebagai Pembantu Presiden
g) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Untuk kunci yang ketujuh terkandung makna bahwa kekuasaan Presiden selaku Kepala Negara dibatasi. Ia dibatasi oleh:
1. Kewenangan MPR
2. Peraturan perundang-undangan (Tap MPR dan UU),
3. Kedudukan DPR yang kuat, dan
4. Pengaruh para Menteri. Kedudukan DPR itu kuat, karena ia:
a) semua anggotanya adalah juga anggota MPR,
b) setiap UU harus disetujui oleh DPR,
c) APBN harus disetujui oleh DPR,
d) setiap perjanjian dengan Luar Negeri harus diratifikasi oleh DPR,
e) setiap pemberian amnesti dan abolisi, pengangkatan dan penerimaan duta, pernyataan perang, dan beberapa hal yang lainnya harus disetujui oleh DPR.
Berdasarkan hal tersebut dan pokok-pokok kaidah hukum dalam Batang Tubuh UUD 1945 (termasuk setelah Perubahan), negara Republik Indonesia:
a) lebih banyak menerapkan prinsip-prinsip sistem pemerintahan presidentil,
b) berbentuk negara kesatuan,
c) berbentuk pemerintahan republik,
d) Bersistem politik demokrasi,
e) berbentuk kedaulatan rakyat,
f) berpemilihan Presiden,
g) semakin terdapat keseimbangan kekuasaan antara Legislatif (DPR) dan Eksekutif (Presiden) dengan koridor tetap sistem presidensil,
h) semakin melindungi dan menegakkan HAM (melalui perincian Pasal-pasal 26—34) ,
i) dan seterusnya Perubahan UUD 1945, dengan demikian, sebagaimana yang termuat dalam UUD 1945 Setelah Perubahan, pada dasarnya lebih banyak mengurangi kekuasaan Presiden (yang executive-heavy) yang dominan, yang kemudian “diserahkan” kepada DPR (menjadi legislative-heavy) untuk meningkatkan fungsi kontrolnya terhadap Presiden (Pemerintah).
D. Perkembangan UUD 1945 di Indonesia
Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPKI untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Penyimpangan konstitusional yang dapat ditemukan dalam kurun waktu 1945-1949 antara lain:
1. Berubahnya fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dari pembantu Presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menentukan garis-garis besar haluan negara menurut Maklumat wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945.
2. Menurut usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinyatakan oleh Presiden dan Maklumat Presiden tanggal 14 November 1945, sistem Kabinet Presidensial diganti dengan sistem Kabinet Parlementer.
Periode berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) 29 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya.
Berlakunya UUD RIS dimulai dengan disepakatinya Rancangan UUD RIS oleh wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia dan wakil-wakil pemerintah negara BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) yaitu negara-negara Republik buatan Belanda di luar Negara Republik Indonesia di Kota Pantai Scheveningen, Negara Belanda pada tanggal 29 Oktober 1949. Kemudian Rancangan UUD RIS ini disetujui di Jakarta pada tanggal 14 Desember 1949 oleh wakil-wakil pemerintah dan Komite Nasional Indonesia Pusat dan wakil pemerintah masing-masing serta DPR negara-negara BFO.
UUD RIS hanya dapat bertahan sangat singkat yaitu sekitar 8 bulan saja. Hal ini karena adanya tuntutan yang sangat kuat dari massyarakat untuk kembali ke UUD 1945. Sehingga kemudian RIS bubar dan kembali menjadi Negara Kesatuan dengan Ibukota yogyakarta.
Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950
Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Perangko "Kembali ke UUD 1945" dengan nominal 50 sen
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
- Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
- MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara melalui sejumlah peraturan:
- Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
- Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999
Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
Periode UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
- Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
- Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Penerapan UUD 1945
Di dalam UUD 1945 (setelah Perubahan) terdapat Pembukaan dan Batang Tubuh. Di dalam Pembukaan terdapat Pancasila sebagai dasar negara, tetapi juga ia sebagai ideologi negara. Sebagai ideologi Negara menurut studi Filsafat, Pancasila berperanan sebagai pandangan hidup, dasar negara, dan tujuan nasional. Karenanya, penerapan UUD 1945 dapat dilakukan melalui cara berpikir filsafati.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa penggunaan Undang-Undang Dasar di Indonesia mengalami pasang surut serta perubahan UUD. Pada awal kemerdekaan Indonesia, UUD yang dipakai adalah UUD 1945 yang berlaku tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Karena masih adanya jajahan dari Belanda, kemudian Indonesia menjadi negara Republik Indonesia Serikat yang di sepakati oleh Indonesia dan belanda. Pada saat ini, UUD yang dipakai adalah UUD RIS yang berlaku 29 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950. Karena tuntutan yang kuat dari masyarakat yang kontra dengan RIS, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Kemudian UUD yang dipakai oleh Indonesia adalah UUD Sementara (UUDS) yang berlaku sejak 17 Agustus 1950 dan berakhir dengan adanya Dekrit Presiden tentang pembubaran konstituante dan kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959.
MBAK
BalasHapus