Kamis, 31 Oktober 2013

PLTN

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Energi listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan konsumsi energi dari tahun ke tahun semakin bertambah dengan bertambahnya penduduk, serta semakin berkembangnya industri dan teknologi di Indonesia. Sumber energi di Indonesia masih didominasi dari energi fosil (minyak bumi, gas dan batu bara). Dari konsumsi energi listrik sampai ke energi bahan bakar kendaraan. Sedangkan sumber energi yang non fosil seperti energi air, surya, angin, panas bumi dan nuklir bisa dikatakan belum diterapkan dengan semaksimal mungkin di Indonesia.
Semakin lama, kita sadari bahwa ketersediaan bahan bakar fosil yang merupakan bahan bakar tak baharukan semakin menipis. Sedangkan kebutuhan terhadap energi semakin meningkat. Selain itu, bahan bakar fosil lama kelamaan akan memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pemanasan global dan perubahan iklim karena emisi CO2, SOx dan NOx yang dikeluarkannya.
Dengan permasalahan yang ada di atas, pemerintah menetapkan bauran energi (energy mix) sebagai solusi masalah-masalah tersebut melalui Peraturan Presiden No 5 tahun 2006. Sebagai pengganti energi fosil, pemerintah menetapkan penggunaan energi baru dan terbarukan yang terdiri dari biofuel, energi bayu/angin, air, geothermal (panas bumi) dan nuklir.
Nuklir merupakan salah satu energi baru yang dapat menghasilkan daya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan energi fosil. Namun kendalanya, di Indonesia pembangunan PLTN ini penuh dengan pro dan kontra. Banyak yang masih takut dengan dampak terburuk jika terjadi kecelakaan seperti bencana tsunami di Jepang yang kemudian meledakan reaktor nuklir, sehingga di wilayah tersebut harus diisolasi karena radioaktifitas dari radiasi nuklir tersebut.

1.2  RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, dapat kita rumuskan beberapa masalah, antara lain:

1.      Apa yang dimaksud dengan nuklir dan bagaimana perkenalan tentang nuklir?
2.      Apa yang dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN) dan seluk beluknya?
3.      Bagaimana pembangunan PLTN di Indonesia?

1.3  TUJUAN PENULISAN
Dari rumusan masalah di atas, dapat kita simpulkan beberapa tujuan penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan nuklir dan mengetahui tentang seluk beluk nuklir.
2.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan PLTN serta seluk beluk PLTN.
3.      Dapat mengetahui seberapa jauh pembangunan PLTN di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGENALAN NUKLIR
Nuklir merupakan kata sifat yang khusus berhubungan dengan nucleus atau inti atom. Atom berasal dari bahasa Yunani yaitu atomos yang berarti “tidak dapat dibelah lagi”. Pada awalnya kata atom digunakan untuk menggambarkan unit terkecil dari materi yang tidak mungkin ada unit lain yang lebih kecil lagi. Kemudian seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, menunjukkan bahwa unit materi atom masih tersusun atas sejumlah materi lain yang lebih kecil. Susunan atom terdiri dari inti atom (nucleus) yang dikelilingi oleh partikel bernama electron pada jarak atau orbit tertentu. inti atom sendiri tersusun atas partikel-partikel bernama proton dan neutron. Electron, proton, dan neutron disebut sebagai partikel elementer.
2.1.1 REAKSI NUKLIR
Reaksi nuklir adalah reaksi yang melibatkan inti atom. Biasanya terjadi antara inti atom dengan inti atom atau dengan partikel elementer yang menghasilkan produk yang berbeda dengan inti atom atau partikel sebelum reaksi. Pada prinsipnya sebuah reaksi dapat melibatkan lebih dari dua partikel yang bertubrukan, tetapi kejadian tersebut sangat jarang. Bila partikel-partikel tersebut bertabrakan dan berpisah tanpa berubah (kecuali mungkin dalam level energi), proses ini disebut tabrakan dan bukan sebuah reaksi.
Secara umum reaksi nuklir dapat dibedakan menjadi reaksi penggabungan (fusi) dan reaksi pembelahan (fisi).
1.    Reaksi Fusi Nuklir
Reaksi fusi nuklir adalah reaksi peleburan atau penggabungan dua atau lebih inti atom menjadi inti atom baru yang lebih berat dan menghasilkan energi, juga dikenal sebagai reaksi yang bersih. Reaksi fusi juga menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang sagat berbahaya bagi manusia. Reaksi ini diikuti oleh pelepasan atau penyerapan energi serta partikel-partikel elementer fusi atom Deuterium (2H) dengan Tritium (3H) atau (D-T fusion) akan menghasilkan sebuah atom Helium (He) dan Neutron (n) disertai oleh pelepasan energi. Contoh reaksi fusi nuklir adalah reaksi yang terjadi di hampir semua inti bintang di alam semesta. Senjata bom hidrogen juga memanfaatkan prinsip reaksi fusi tak terkendali.
2.    Reaksi Fisi Nuklir
Reaksi fisi nuklir adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom lainnya, dan menghasilkan energi dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta radiasi elektromagnetik. Proses reaksi biasanya berawal dari penetrasi elementer neutron ke dalam inti atom yang kemudian menjadi tidak stabil dan akhirnya pecah menjadi dua inti atom lain yang disebut produk fisi. Selain produk fisi, biasanya dilepaskan pula beberapa buah neutron (n), energi dalam bentuk panas dan radiasi gamma.

Reaksi fisi berantai
Ketika inti atom suatu bahan bakar nuklir seperti uranium mengalami reaksi fisi, maka akan dilepaskan pula sebanyak 2 atau 3 buah neutron baru (neutron bebas) hasil dari reaksi fisi tersebut. Neutron-neutron bebas tersebut bisa menjadi pemicu untuk terjadinya reaksi fisi berikutnya dari inti atom uranium lain yang berada di sekitarnya. Jika reaksi-reaksi fisi ini terus berlanjut, maka terjadilah apa yang dinamakan dengan reaksi fisi berantai.
Masa kritis
Salah satu syarat agar reaksi fisi berantai dapat terus dipertahankan adalah tersedianya bahan bakar nuklir dalam jumlah yang cukup. Jumlah material bahan nuklir yang diperlukan agar reaksi fisi berantai dapat dipertahankan tersebut dinamakan masa krisi.
Moderasi
Secara umum hanya neutron dengan energi relatif rendah (thermal neutron) yang memiliki kemungkinan terbesar untuk menimbulkan terjadinya reaksi fisi pada inti atom bahan bakar nuklir.
Neutron bebas yang dihasilkan dari reaksi fisi adalah neutron dengan energi relatif tinggi yang dikenal sebagai neutron cepat (fast neutron). Oleh karena itu, energi neutron ini harus diturunkan dengan mempergunakan moderator agar reaksi fisi berikutnya pada reaksi fisi berantai dapat terjadi.
Prinsip penurunan energi neutron (moderasi) adalah dengan cara memantul-mantulkan neutron tersebut terhadap atom-atom material yang berfungsi sebagai moderator. Karena pantulan inilah energi neutron menjadi turun. Material yang biasa digunakan sebagai moderator adalah air dan grafit (karbon).
Pengendalian reaksi fisi berantai
Selain bahan bakar nuklir, agen utama pada reaksi fisi adalah neutron, dengan demikian pengendalian reaksi fisi berantai adalah dengan mengatur populasi neutron. Untuk mengendalikan jumlah neutron ini maka dipakai material penyerap neutron seperti boron.
Boron hanya menyerap neutron tanpa menimbulkan terjadinya reaksi fisi. Dengan mengatur posisi boron di sekitar bahan bakar nuklir maka terjadinya reaksi fisi dapat dikendalikan.

2.1.2 ENERGI NUKLIR
Energi yang dibebaskan dalam proses reaksi nuklir, seperti dalam reaksi fisi, dinamakan energi nuklir.
Proton dan neutron secara independen adalah partikel bebas, sehingga ketika bergabung membentuk satu inti atom, partikel-partikel ini terikat oleh energi yang disebut energi ikat. Sebagian dari energi ikat yang dilepaskan dalam proses reaksi fisi nuklir inilah yang menjadi sumber energi nuklir.
Sekitar 80% dari energi nuklir ini dibawa oleh produk fisi dalam bentuk energi kinetik yang kemudian terdisipasi menjadi panas di dalam medium bahan bakar ketika produk fisi tersebut bergerak dan kehilangan energi dalam medium.
Sejauh ini, energi nuklir adalah sumber energi yang yang paling padat dari semua sumber energi di alam ini yang bisa dikembangkan manusia. Artinya, kita dapat mengekstrak lebih banyak panas dan listrik dari jumlah yang diberikan dibandingkan sumber lainnnya dengan jumlah yang setara.
Sebagai pembanding, 1 kg batu bara dan uranium yang sama-sama berasal dari perut bumi. Jika kita mengekstrak energi listrik dari 1 kg batubara, kita dapat menyalakan lampu bohlam 100W selama 4 hari. Dengan 1 kg uranium, kita dapat menyalakan bohlam paling sedikit selama 180 tahun.” (whatisnuclear.com)


2.2  PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)
PLTN adalah suatu sistem yang mengkorvesikan panas hasil reaksi fisi di dalam reaktor nuklir menjadi energi listrik.
2.2.1 KOMPONEN-KOMPONEN DI PLTN
Komponen-komponen yang umum ditemui dalam PLTN adalah reaktor nuklir, steam generator, turbin uap, condenser, generator dan banguan pengungkung reaktor.
·         REAKTOR NUKLIR
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi nuklir terkendali sehingga dihasilkan energi dalam bentuk panas.
·         STEAM GENERATOR
Steam generator (pembangkit uap) merupakan suatu alat untuk mengubah air menjadi uap. Pada reaktor tipe PWR, steam generator dibuat terpisah dari reaktor, sedangkan pada reaktor tipe BWR, reaktor sendiri sekaligus berfungsi sebagai steam generator.
·           TURBIN UAP
Turbin uap mengubah energi kinetik uap menjadi putaran poros turbin. Pada pembangkit listrik dengan kapasitas besar seperti PLTN biasanya terdapat 2 atau 3 buah turbin yaitu turbin tekanan tinggi, menengah (intermediate) dan rendah.
·         GENERATOR LISTRIK
Putaran poros turbin dikonversi menjadi listrik oleh generator. Peletakan dikopel langsung poros ke poros dengan turbin uap.
·           KONDENSER
Kondenser menerima input uap dari stage terakhir turbin tekanan dan mengubahnya kembali menjadi air (dikondensasi).
·         RUANG CONTROL (CONTROL ROOM)
Ruang control adalah tempat mengendalikan reaktor. Di ruangan ini terdapat display kondisi operasi semua peralatan utama dan pendukung sehingga kondisi operai PLTN termonitor secara terus menerus dan dapat segara diambil tindakan yang tepat pada saat diperlukan. Selama PLTN beroperasi, sejumlah operator terlatih harus bertugas dan berjaga di ruang control. Pada saat PLTN dioperasikan secara bergiliran dalam grup.
·         BANGUNAN PENGUNGKUNG REAKTOR
Bangunan ini terbuat dari beton untuk melindungi lingkungan dari kemungkinan keluarnya radiasi dan material radioaktif ke lingkungan dan sebaliknya juga berfungsi sebagai pelindung reaktor dari kemungkinan kerusakan akibat faktor-faktor luar.
Pondasi untuk bangunan digali sampai diperoleh batuan keras (bedrock) untuk menjamin kekokohan yang memadai.

2.2.2 REAKTOR NUKLIR
Reaktor Nuklir dan Komponen-komponennya
Reaktor Nuklir adalah sebuah system tempat mengontrol dan mempertahankan terjadinya reaksi nuklir berantai. Rector nuklir bisa dipergunakan untuk pembangkit listrik, produksi radioisotop dan keperluan penelitian.
PLTN sering dicirikan atau diberi nama sesuai dengan jenis reaktor nuklir yang digunakannya. Berikut ini adalah beberapa dari jenis reaktor nuklir yang dipergunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yaitu antara lain jenis Boiling Water Reactor (BWR), Pressurized Water Reactor (PWR), Gas-Cooled Reactor (GCR), Light Water Graphite Reactor (LWGR), Fast Breeder Reactor (FBR), Pebble Bed Reactor (PBR).


1. Reaktor Air Mendidih (Boiling Water Reactor, BWR)
Reaktor jenis ini mempergunakan air sebagai media pendingin sekaligus sebagai moderator. Air menyerap panas dari bahan bakar sampai terjadi uap di dalam reaktor sehingga reaktor juga berfungsi sebagai steam generator.
Uap yang dihasilkan langsung dipergunakan untuk menggerakkan turbin generator sehingga dihasilkan energi listrik. Keluaran dari turbin, uap dikondensasi untuk kemudian dipompa kembali ke dalam reaktor. Batang kendali disisipkan dari bagian bawah reaktor dengan mempertimbangkan karakteristik reaktor.
2. Reaktor Air Bertekanan (Pressurized Water Reactor, PWR)
Berbeda dengan BWR, PWR mempergunakan dua siklus pendinginan. Siklus pertama (siklus primer), yang berhubungan langsung dengan reaktor, diberi tekanan tinggi untuk menghindari terjadinya pendidihan air pendingin di dalam reaktor dan di saluran siklus primer.
Panas dari siklus pertama ini kemudian dipindahkan ke siklus ke dua (siklus sekunder) melalui peralatan steam generator. Air pendingin dari siklus ke dua inilah yang kemudian diuapkan dan dipergunakan untuk memutar turbin dan generator listrik. Karena karateristik yang berbeda dengan BWR, maka batang kendali untu reaktor tipe PWR ini disisipkan bagian atas reaktor.

3. Reaktor Air Berat Bertekanan (Pressurized Heavy Water Reactor, PHWR)
Reaktor ini secara prinsip mirip dengan PWR, yang membedakan adalah pending dan moderator air biasa atau air ringan (H2O) diganti dengan air berat (D2O). jenis reaktor ini yang banyak ditemui dalam PLTN adalah CANDU (Canada Deuterium Uranium) reactor.
Penggunaan air berat membuat reaktor jenis ini dapat menggunakan uranium alam yang tidak diperkaya sebagai bahan bakar karena air berat relative bersifat tidak begitu menyerap neutron bila dibandingkan dengan air ringan.
Berbeda dengan reaktor lain, bejana reaktor CANDU (calandria) dibuat horizontal.
4. Reaktor Berpendingin Gas (gas-Cooled Reactor, GCR)
Gas CO2 yang disikulasikan ke dalam bejana reaktor berfungsi sebagai pendingin siklus primer. Gas panas yang keluar dari reaktor kemudian masuk ke dalam steam generator untuk membangkitkan uap pada siklu sekunder yang menggunakan air sekaligus mendinginkan gas CO2 tersebut sebelum kembali masuk ke dalam reaktor. Pada tipe ini, grafit diperlukan sebagai moderator sehingga bisa mempergunakan uranium alam yang tidak diperkaya sebagai bahan bakar, seperti pada reaktor CANDU.
5. Reaktor Grafit Berpendingin Air (Light Water Graphite Reactor, LWGR)
Reaktor ini mempergunakan grafit sebagai moderator dan air sebagai pendingin. Air pendingin dibiarkan mendidih di dalam reaktor dan uapnya kemudian dipisahkan dari air di dalam steam drum. Uap kemudian dipergunakan untuk menggerakkan turbin. Reaktor yang mengalami kecelakaan di Chernobyl termasuk ke dalam tipe reaktor ini.
6. Reactor Pembiak Cepat (Fast Breeder Reactor, FBR)
Reaktor ini lebih mempergunakan plutonium Pu-239 sebagai bahan bakar. Plutonium berada di bagian tengah inti reaktor, kemudian di sebelah luarnya dikelilingi oleh U-238.  Uranium-238 ini menyerap neutron yang berasal dari hasil fisi di bagian tengah reaktor sehingga berubah menjadi Pu-239. Produksi Pu-239 inilah yang dikenal sebagai pembiakan bahan bakar. Dengan tanpa adanya moderator di dalam reaktor untuk menurunkan energi neutron membuat reaktor ini disebut pembiak cepat.

7. Reaktor Pebble Bed (Pebble Bed Reactor)
Reaktor ini mempergunakan bahan bakar keramik uranium (U), plutonium (Pu) atau thorium (Th) berbentuk bola (pebble). Bola-bola diletakkan ke dalam silinder reaktor yang bagian bawahnya berbentuk seperti corong sebagai tempat keluarnya bahan bakar yang sudah habis terpakai.
Gas helium yang dialirkan di sela-sela tumpukan bola-bola keramik berfungsi sebagai pendingin yang menyerap panas hasil reaksi fisi untuk kemudian ditransfer ke air pendingin melalui steam generator. Grafit pada struktur bahan bakar atau bola-bola grafit yang dicampur dengan bola-bola bahan bakar berfungsi sebagai moderator. Aliran tipikal dari pebble ini adalah satu pebble setiap menit.
Secara umum terdapat lima buah komponen dasar pada sebuah reaktor nuklir yaitu: Bahan Bakar, Moderator, Batang Kendali, Pendingin dan Perisai pengungkung.
1.  Bahan Bakar
Bahan bakar reaktor nuklir adalah nuklida-nuklida dapat belah (fissionable nuclide). Bahan bakar yang umum dipakai untuk reaktor nuklir saat ini adalah uranium dan plutonium oksida yang biasanya berbentuk silinder pejal dengan tinggi dan diameter sekitar 1 cm dan dinamakan pellet.
Secara geologis, seperempat daratan di Indonesia diperkirakan mengandung deposit mineral radioaktif terutama uranium yang merupakan bahan bakar bagi energi nuklir. Sejak tahun 1960 telah dilakukan prospeksi umum dan saat ini telah mencakup 78% dari luas total 535.000 km2 yang terdapat di Indonesia. Secara garis besar, bijih pembawa uranium dibagi dalam 2 kategori, yakni:
·         Bijih U bervalensi IV, yang terbentuk di lingkungan reduktif bawah muka bumi, kaya bahan organik. Bijih tersebut berwarna hitam atau coklat tua, seperti mineral-mineral: Pitchblende (campuran alami UO2 & UO3), Coffinite (U silikat), Brennerite (U titinat), serta termasuk batubara yang mengandung U.
·         Bijih U bervalensi VI, terbentuk di lingkungan oksidatif di permukaan bumi, terjadi di masa recent, mengalami hidrasi, merupakan hasil pelapukan bijih U bervalensi IV. Berwarna kuning-jingga atau hijau jika berasosiasi dengan Cu. Mineral-mineral penting kategori ini adalah Autunit (U & Ca), Chalcolite atau Torbenite (U & Ca), Vanadate dan Gummite.

2.      Moderator dan Pendingin
Kebanyakan reaktor yang ada saat ini mempergunakan media air sebagai moderatoe. Air juga sekaligus berperan sebagai pendingin bagi bahan bakar reaktor.
Reaktor harus didinginkan karena panas yang dibangkitkan oleh reaksi fisi dalam bahan bakar akan menghasilkan suhu sekitar 1000o Celcius di pusat bahan bakar. Jika tidak didinginkan, suhu ini akan meningkat dan mengakibatkan melelehnya bahan bakar sehingga mengakibatkan kontaminasi material radioaktif. Selain itu pendingin juga berfungsi untuk mentransfer panas keluar dari bejana reaktor sehingga bisa dimanfaatkan seperti untuk pembangkit listrik.

3.      Batang Kendali
Material yang umum dipakai untuk batang kendali (control rod) adalah Boron Karbida (B4C) atau campuran perak-indium-kadmium yang dikemas dalam kelongsong logam. Batang kendali ini disisipkan di antara bahan bakar, bisa turun atau naik. Selain dengan batang kendali, reaktor biasanya juga dikendalikan dengan menambah larutan boron ke dalam pendingin atau moderator, hal ini disebut dengan chemical shim.

4.    Bejana Pengungkung
Perisai pengungkung terbuat dari bejana baja tahan karat dengan ketebalan sekitar 20 cm. bejana ini berfungsi sebagai perisai radiasi dan juga pengungkung material radioaktif jika terjadi lelehan bahan bakar nuklir.
5.      Reaktor Alam
Alam telah memberikan pelajaran berharga mengenai reksi fisi nuklir beserta cara pengendaliannya dengan ditemukannya aktifitas reaksi fisi di pertambangan uranium Oklo di Gabon, Afrika, pada bulan Mei 1972. Reaktor ala mini diperkirakan telah berumur lebih dari 1,7 milyar tahun.
Aktifasi fisi ini berhasil diungkap oleh para ilmuwan Perancis yang menemukan bahwa kandungan U-235 dari tambang Oklo tersebut memiliki kadar sampai 0,44%, jauh di bawah kadar normal untuk saat ini sekitar 0,7%. Setelah serangkaian penelitian akhirnya dipastikan hal itu terjadi karena adanya reaksi fisi berantai secara alami di pertambangan uranium tersebut. Air yang merembes ke dalam enclave uranium berperan sebagai moderator.
Struktuk geologi di reaktor alam tersebut mampu mengungkung produk fisi sehingga tidak pernah berpindah dari tempat asalnya. Ini merupakan pelajaran berharga mengenai pengelolaan dan penyimpanan limbah radioaktif.

2.2.3 PEMBUATAN BAHAN BAKAR REAKTOR NUKLIR

Bahan bakar utama reaktor nuklir saat ini adalah U-235 yang bisa ditambang dari alam. Uranium yang ditambang dari alam serta dikenal sebagai uranium alam tersusun atas U-238 dengan komposisi 99,284%, U-235 0,711%, dan U-234 0,005% (persen berat).
Pembuatan bahan bakar reaktor dari sejak penambangan memerlukan beberapa tahapan proses. Bijih uranium hasil penambangan diolah menjadi tepung U3O8 yang biasa disebut yellow cake karena berwarna kuning yang kemudian dimurnikan dan dikonversikan menjadi gas uranium hexaflorida (UF8) dengan kandungan U-235 0,7% dari total uranium.
Kebanyakan reaktor nuklir mempergunakan bahan bakar dengan kandungan U-235 sekitar 3-5%, oleh karena itu maka kandungan U-235 dalam UF8 harus ditingkatkan atau diperkaya (enriched) misalnya melalui proses sentrifugal gas. Proses ini memanfaatkan massa U-234 yang lebih ringan daripada U-238.
Dengan proses ini gas UF8 diputar pada kecepatan supersonic sehingga gas UF8 dengan kandungan U-235 yang lebih banyak (U-235 enriched) relative akan berada di tengah tabung sentrifugal sedangkan gas UF8 dengan kandungan U-235 yang lebih sedikit (U-235 depleted) akan berada di sisi tabung sentrifugal.
Gas UF8 dengan kandungan U-235 sekitar 3-5% (UF8 diperkaya) kemudian dikonversi menjadi tepung UO2. Pada proses selanjutnya tepung UO2 ini di-press atau dicetak menjadi bentuk silinder pejal dengan tinggi sekitar 10 mm dan diameter sekitar 8 mm yang disebut pellet. Pellet-pellet ini kemudian disusun di dalam kelongsong (cladding) berupa silinder logam zirconium setinggi sekitar 4 m, susunan pellet berkelongsong ini dinamakan batang bahan bakar (fuel rod). Fuel rod ini kemudian disusun lagi menjadi elemen bakar (fuel element atau fuel assembly). Element-element bakar ini kemudian disusun di dalam bejana reaktor untuk membentuk inti reaktor (reactor core).

2.2.4 PRINSIP KERJA PLTN
Ada dua macam sumber tenaga nuklir yaitu“Nuclear fission reactor” yang memproduksi energi akibat reaksi berantai dari reaksi fisi nuklir dan “Radioisotop thermoelectric generator” memproduksi energi melalui peluruhan radioaktif, dan sebagian besar pembangkit tenaga nuklir biasanya menggunakan tipe reaktor fisi nuklir, disebabkan output energi dari reaktor fisi ini dapat dikontrol.
Elemen bahan bakar menyediakan sumber inti atom yang akan mengalami fusi nuklir. Bahan yang biasa digunakan sebagai bahan bakar adalah uranium U. Neutron-neutron yang dihasilkan dalam fisi uranium berada dalam kelajuan yang cukup tinggi. Adapun, neutron yang memungkinkan terjadinya fisi nuklir adalah neutron lambat sehingga diperlukan material yang dapat memperlambat kelajuan neutron ini. Fungsi ini dijalankan oleh moderator neutron yang umumnya berupa air. Jadi, di dalam teras reaktor terdapat air sebagai moderator yang berfungsi memperlambat kelajuan neutron karena neutron akan kehilangan sebagian energinya saat bertumbukan dengan molekul-molekul air. Fungsi pengendalian jumlah neutron yang dapat menghasilkan fisi nuklir dalam reaksi berantai dilakukan oleh batang-batang kendali. Agar reaksi berantai yang terjadi terkendali dimana hanya satu neutron saja yang diserap untuk memicu fisi nuklir berikutnya, digunakan bahan yang dapat menyerap neutron-neutron di dalam teras reaktor. Bahan seperti boron atau cadmium sering digunakan sebagai batang kendali karena efektif dalam menyerap neutron. Batang kendali didesain sedemikian rupa agar secara otomatis dapat keluar-masuk teras reaktor. Jika jumlah neutron di dalam teras reaktor melebihi jumlah yang diizinkan (kondisi kritis), maka batang kendali dimasukkan ke dalam teras reaktor untuk menyerap sebagian neutron agar tercapai kondisi kritis. Batang kendali akan dikeluarkan dari teras reaktor jika jumlah neutron di bawah kondisi kritis (kekurangan neutron), untuk mengembalikan kondisi ke kondisi kritis yang diizinkan. Radiasi yang dihasilkan dalam proses pembelahan inti atom atau fisi nuklir dapat membahayakan lingkungan di sekitar reaktor. Diperlukan sebuah pelindung di sekeliling reaktor nuklir agar radiasi dari zat radioaktif di dalam reaktor tidak menyebar ke lingkungan di sekitar reaktor. Fungsi ini dilakukan oleh perisai beton yang dibuat mengelilingi teras reaktor. Beton diketahui sangat efektif menyerap sinar hasil radiasi zat radioaktif sehingga digunakan sebagai bahan perisai.
Dalam reaktor nuklir PLTN, reaksi fisi berantai dipertahankan kontinuitasnya dalam bahan bakar sehingga bahan bakar menjadi panas. Panas ini kemudian ditransfer ke pendingin reaktor yang kemudian secara langsung atau tak langsung digunakan untuk membangkitkan uap. Pembangkitan uap langsung dilakukan dengan membuat pendingin reaktor (biasanya air biasa, H2O) mendidih dan menghasilkan uap. Pada pembangkitan uap tak langsung, pendingin reaktor (disebut pendingin primer) yang menerima panas dari bahan bakar disalurkan melalui pipa ke perangkat pembangkit uap. Pendingin primer ini kemudian memberikan panas (menembus media dinding pipa) ke pendingin sekunder (air biasa) yang berada di luar pipa perangkat pembangkit uap untuk kemudian panas tersebut mendidihkan pendingin sekunder dan membangkitkan uap. PLTN jenis PWR (Pressurizer Water Reactor) merupakan salah satu jenis PLTN dengan pembangkit uap tidak langsung.
PWR bekerja berdasarkan prinsip dua daur, dimana pedingin pada masing-masing daur terpisah satu sama lainnya. Daur primer berisi air yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi. mengambil panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi didalam teras reaktor. Panas digunakan untuk memanaskan air pada pendingin primer (lingkar pendingin primer ditunjukkan dalam skema dengan garis putus-putus merah.). Air ini melalui pipa berbentuk U terbalik tetapi tidak tercampur dengan air umpan ( fedwater ) pada daur sekunder. Aliran panas ini dipindahkan ke daur sekunder, dimana air umpan didihkan dan uap dihasilkan di dalam sistem pembangkit uap ( sistem pembangkit uap → turbin → kondensor). Transfer panas ini dicapai tanpa mencampurkan dua cairan, air dari daur primer dapat menjadi radioaktif. Air dari daur primer dipompa kembali kedalam bejana reaktor oleh pompa primer.
Pada reaktor jenis PWR, aliran pendingin primer yang berada di teras reaktor bersuhu mencapai 325°C sehingga perlu diberi tekanan tertentu (sekitar 155 atm) oleh perangkat pressurizer sehingga air tidak dapat mendidih.
Uap yang dihasilkan oleh sistem pembangkit uap dialirkan ke turbin dan memutar turbin tersebut kemudian memutar generator. Hasil putaran generator ini menghasilkan listrik yang merupakan produk akhir PLTN. Uap selanjutnya berkondensasi dalam kondenser, sedang air kondensat tersebut diumpan kembali ke sistem pembangkit uap.
Listrik sebagai produk akhir dari sebuah pembangkit melayani beban melalui saluran transmisi. Jika beban bertambah maka putaran turbin-generator akan mengalami penurunan, untuk menaikkannya kembali produksi uap ditambah. Jika terjadi putus jaringan saluran transmisi, maka akan terjadi pelepasan beban secara tiba-tiba. Hal ini akan menyebabkan putaran turbin-generator menjadi berlebih karena pasokan uap yang memutar turbin-generator masih terus berjalan. Oleh karena itu dalam kondisi kehilangan beban seperti ini, Katup-katup uap akan menutup dengan cepat sehingga pasokan uap akan terhenti dan putaran turbin generator akan melambat dan akhirnya berhenti. Kondisi kehilangan beban merupakan kejadian yang harus dihindarkan.
Perbedaan cara kerja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yaitu pada PLTU, di dalam ketel uap (boiler) minyak atau batu bara dibakar untuk membangkitkan uap dengan temperatur dan tekanan tinggi, kemudian uap ini disalurkan ke turbin untuk membangkitkan tenaga listrik. Dalam hal pembangkitan listrik, PLTU dan PLTN mempunyai prinsip yang sama. Panas yang dihasilkan digunakan untuk membangkitkan uap dan kemudian uap disalurkan ke turbin untuk membangkitkan listrik. Yang berbeda dari kedua tipe pembangkit listrik ini adalah mesin pembangkit uapnya, yang satu berupa ketel uap dan yang lainnya berupa reaktor nuklir.

2.2.5 BATAS WAKTU OPERASI PLTN
Seperti semua pembangkit listrik, PLTN memiliki batasan waktu pengoperasian dimana di luar batas waktu ini maka pengoperasiannya menjadi tidak ekonomis karena kondisi material teaktornya yang sudah tidak memadahi. Generasi awal PLTN dirancang untuk memiliki umur operasi sekitar 30 tahun meskipun beberapa diantaranya telah terbukti masih bisa dioperasikan lebih lama lagi. PLTN geneerasi lebih maju dirancang untuk bisa dioperasikan selama 40-60 tahun. Setelah habis masa operasinya maka PLTN harus di-dekomisioning.
Dekomisioning berarti mematikan reaktor secara permanen (permanent shutdown) dan kemudian mengambil langkah-langkah untuk membersihkan material radioaktif sehingga lokasinya bisa dipergunakan untuk keperluan lain. Saat ini terdapat tiga opsi dekomisioning yang telah diadopsi secara internasional, yaitu:
1.      Pembongkaran segera (Immediate Dismantling)
Bagian-bagian reaktor di bongkar lalu dipindahkan atau dibersihkan radioaktifitasnya (dekontaminasi) segera setelah masa operasinya habis sehingga lokasinya dapat dipergunakan untuk keperluan lain atau buat PLTN berikutnya.
Biasanya dismantling dan dekontaminasi ini bisa berlangsung selama beberapa bulan atau tahun setelah habis masa operasi.
2.      Penyimpana Secara Aman (Safe Storage)
PLTN dimonitor sambil radiasinya dibiarkan meluruh dan baru kemudian dibongkar sekitar 40-60 tahun kemudian.
3.        Pengisolasian (Entombment)
Komponen-komponen radioaktof dibiarkan di lokasi dan diisolasi dengan baja beton lalu dibiarkan meluruh sampai lokasinya bisa dipergunakan untuk tujuan lain.
Sekitar 99% dari total radioaktif suatu reaktor nuklir berasal dari bahan bakar bekas yang dipindahkan segera setelah permanent shutdown. Sisa radioaktifitas lainnya berasal dari hasil aktifasi komponen-komponen besi yang lama terpapar radiasi neutron selama umur operasi rector.
Atom-atom komponen besi ini mengalami transmutasi menjadi Fe-55, Co-60, Ni-63 dan C-14. Fe-55 dan Co-60 sangatlah radioaktif dan merupakan pemancar gamma, tetapi waktu paruhnya relative singkat sehingga 50 tahun setelah penutupan reaktor aktifitasnya telah turun drastic. Setelah 50 tahun tersebut, resiko kepada para pekerja sebagian besar sudah tidak ada lagi.

2.2.6 LIMBAH RADIOAKTIF
Limbah radioaktif adalah limbah yang mengandung material radioaktif. Limbah ini bisa dihasilkan dari fasilitas-fasilitas yang memanfaatkan material radioaktif seperti industri, rumah sakit, fasilitas proses bahan bakar nuklir, daur ulang bahan bakar nuklir, fasilitas penelitian dan PLTN. Limbah radioaktif yang berasal dari atau berhubungan dengan PLTN biasanya disebut juga sebagai limbah nuklir.
Terdapat tiga prinsip dalam penanganan material radioaktif yaitu waktu (membiarkan material meluruh dengan waktu sampai aktifitasnya turun), jarak (radiasi akan berkurang intensitasnya seiring dengan bertambahnya jarak ke sumber radiasi) dan perisai atau shielding (radiasi tertentu tidak dapat menembus material tertentu). Limbah PLTN volumenya sangat kecil dibandingkan kemampuan PLTN untuk menghasilkan daya listrik. Satu unit PLTN dengan daya 1000 MWe hanya menghasilkan sekitar 3 ton uranium pertahun. Apabila umur reaktor mencapai 40 tahun maka limbah yang dihasilkan hanya sekitar 1200 ton. Limbah tersebut hanya memerlukan kolam penyimpanan dengan ukuran 3x4x10 m3.

Prinsip Pengelolaan Limbah Radioaktif
·         Meminimalkan volume limbah dengan perlakuan proses (treatment process) yaitu kompaksi dengan ditekan (terutama untuk limbah padat) dan pembakaran (untuk limbah padat dan cair).
·         Mengurangi potensi bahaya dengan pengkondisian (conditioning) menjadi bentuk padatan menjadi bentuk padatan yang stabil untuk imobilisasi material radioaktif dan kemudian diberi container untuk memudahkan penanganan, transportasi, penyimpanan sementara dan atau penyimpana lestari. Pengkondisian ini bisa dalam bentuk sementasi (untuk limbah solid dan endapan) dan vitrifikasi (terutama untuk limbah cair) yaitu imobilisasi material radioaktif dalam matrix seperti gelas borosilikat.
Kategori Limbah
Limbah nuklir dapat dikategorikan ke dalam 4 kategori, yaitu:
1.      Limbah tingkat sangat rendah (very low level waste)
Limbah kategori ini memiliki radioaktivitas sangat kecil dalam volume yang sangat kecil pula dan bisa dibuang sebagai limbah domestik biasa.
2.      Limbah tingkat rendah (low Level waste, LLW)
Bagian terbesar dari limbah ini berasal dari daur ulang bahan nuklir seperti kertas, perkakas, kain, filter dan lain-lain yang memiliki sejumlah kecil radioaktifitas yang waktu paruhnya pendek. Limbah ini tidak memerlukan perisai selama penanganan dan transportasi serta cocok untuk dikubur tidak terlalu dalam. Selama volume, limbah kategori ini bisa mencapai 90% dari total limbah radioaktif tetapi secara aktifitas hanya 1% total aktifitas limbah radioaktif.
3.      Limbah tingkat menengah (intermediate level waste, ILW)
Limbah ini memilki tingkat radiaktifitas yang lebih tinggi dan biasanya memerlukan perisai selama penanganannya. Perisai bisa berbentuk tameng timah hitam (lead), beton atau air untuk member pelindungan dari radiasi yang memiliki daya tembus tinggi seperti sinar gamma. Limbah ini biasanya terdiri atas resin, bahan kimia dan kelongsong bahan bakar selain dari material yang teraktifasi dari dalam reaktor nuklir.
4.      Limbah tingkat tinggi (high level waste, HLW)
Limbah ini berupa produk fisi dan unsur-unsur transuranik dengan waktu paruh sangat panjang yang dihasilkan di dalam inti reaktor. HLW sangat radioaktif dan panas. Radioaktifitas limbah radioaktif meskipun volumenya relatif kecil, limbah ini memerlukan perisai dan pendingin selama proses penangannya.
Perlakuan bahan bakar nuklir (BBN) bekas
·         Penyimpanan sementara setelah dipakai di dalam nuklir bahan bakar dikeluarkan dan dinamakan bahan bakar bekas (spent fuel). Spent fuel yang sangat radioaktif ini biasanya disimpan untuk sementara sekitar 5 tahun di dalam kolam air yang berfungsi sebagai pendingin serta perisai radiasi.
·    Setelah radioaktifitasnya menurun, maka bahan bakar ini siap untuk dibuang ke tempat penyimpanan lestari.
Penyimpanan dan pembuangan
Opsi yang selama ini diterima secara umum untuk pembuangan limbah radioaktif adalah penyimpanan tanah dangkal (near surface disposal) pada kedalaman sekitar 10 m dan penyimpanan tanah dalam (deep geological disposal) pada kedalaman 250-1000 m.
Near surface disposal sudah diterapkan untuk LLW dan ILW berumur paruh pendek oleh Ceko, Finlandia, Perancis, Jepang, Belanda, Spanyol, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat. Deep geological disposal cocok untuk limbah radioaktif berumur paruh panjang dan saat ini baru akan diterapkan di Amerika Serikat.
Transmutasi limbah
Transmutasi (transmutation) adalah mengkonversikan limbah nuklir berbahaya yang berumur paruh panjang menjadi material yang lebih stabil yang akan meluruh dalam waktu cepat dengan demikian maka volume dapat dikurangi.
Prisip utama transmutasi adalah mengiradiasi material radioaktif dengan neutron sehingga terjadi fisi menjadi atom yang lebih stabil dan tidak begitu radioaktif.
Alternatif lain adalah neutron diserap oleh inti atom ringan sehingga menjadi atom lebih berat baru kemudian terjadi fisi akibat menyerap neutron lainnya.
Studi transmusi selama ini memanfaatkan reaktor nuklir yang ada serta konsep reaktor subkritik yang disuplai proton dari akselerator (accelerator-driven system, ADS). Di dalam reaktor ADS, proton diarahkan ke material target seperti timah hitam, bismuth atau campuran keduanya untuk menghasilkan neutron (spallation) untuk keperluan transmutasi.
Sama seperti reaktor biasa, ADS juga mampu membangkitkan listrik dengan terjadinya reaksi fisi di inti reaktornya.
Dengan adanya sistem transmutasi ini maka siklus bahan bakar nuklir bisa direvisi dan diperbaiki sehingga makin sedikit material radioaktif yang harus dibuang ke tempat penyimpanan akhir.
2.2.7 Keuntungan dan Kelemahan PLTN
Keuntungan PLTN dibandingkan dengan pembangkit daya utama lainnya adalah:
1.       Tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca (selama operasi normal). Gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan hanya sedikit menghasilkan gas).
  1. Tidak mencemari udara, tidak menghasilkan gas-gas berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate, atau asap fotokimia.
  2. Sedikit menghasilkan limbah padat (selama operasi normal).
  3. Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar yang diperlukan.
  4. Ketersedian bahan bakar yang melimpah, karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan.
Berikut ini berberapa hal yang menjadi kekurangan PLTN:
1.       Biaya untuk modal pembanunan PLTN dan penyimpanan limbah sangat tinggi.
2.       Risiko kecelakaan nuklir. Kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl (yang tidak mempunyai containment building).
  1. Limbah nuklir, yaitu limbah radioaktif tingkat tinggi yang dihasilkan dan dapat bertahan hingga ribuan tahun. Amerika Serikat siap menampung limbah PLTN dan Reaktor Riset. Limbah tidak harus disimpan di negara pemilik PLTN dan Reaktor Riset. Untuk limbah dari industri pengguna zat radioaktif dapat diolah di Instalasi Pengolahan Limbah Zat Radioaktif, seperti yang dimiliki oleh BATAN Serpong.
PEMBANGKIT LISTRIK 1000 MWe

PLTN
PLTU
Konsumsi bahan bakar pertahun
25 ton UO2
3.000.000 ton batu bara
Produksi limbah per tahun
1 ton HLW (high level waste)
7.000.000 ton kebanyakan dalam bentuk gas (CO2 & SOx)

2.3  PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA
Suplai listrik dunia yang bersumber dari PLTN saat ini telah mencapai 16% dari sekitar 439 reaktor Prmbangkit nuklir komersial yang beroperasi di 30  negara dengan total kapasitas 372.000 MWe. Saat ini PLTN di Indonesia baru dalam tahap perencanaan dan akan dioperasikan tahun 2017/2018.
Namun ada beberapa tantangan terhadap rencana pembangunan PLTN di Indonesia tersebut termasuk kekhawatiran masyarakat akan bahaya nuklir dan keraguan terhadap kemampuan tingkat kedisiplinan. Sumber daya manusia yang akan menyebabkan resiko yang besar dalam pengoperasian PLTN.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, berbagai bentuk sosialisasi mengenai iptek nuklir dan PLTN telah dilaksanakan baik melalui ceramah, seminar dan pameran. Bentuk kegiatan menolak keberadaan PLTN sebagai kegiatan gerakan di dalam masyarakat di Negara yang menganut faham demokrasi, perlu mendapat respon yang baik dalam bentuk forum dialog untuk mencari solusi. Ketidakpahaman masyarakat boleh jadi menjadi salah satu penyebabnya. Pembangunan PLTN di manapun pada mulanya memang selalu mendapat tantangan dari lingkungan, namun pada masyarakat yang telah siap dengan budaya iptek, masyarakatnya lebih mudah menerima kegiatan sosialisasi iptek termasuk PLTN yang pada akhirnya ikut mendukung keberadaan PLTN.

2.3.1 DASAR PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA
UU No. 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran, pasal 13 mengenai pembangunan PLTN komersial, menyatakan bahwa pada prinsipnya PLTN komersial dapat dibangun oleh BUMN, koperasi, atau swasta. Dan dalam UU Kelistrikan No.30 Tahun 2009, DESDEM dinyatakan sebagai pihak pemerintah yang bertanggungjawab secara teknis untuk pembangunan usaha listrik komersial oleh BUMN, koperasi, atau swasta.
Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional s/d 2025. Energi nuklir menjadi salah satu energi baru yang harus dikembangkan. Diterjemahkan dalam buku Blue Print Energi Nasional di DESDM, bahwa energi nuklir akan memenuhi 2% dari total energi primer nasional tahun 2025, atu sekitar 4000 MWe.
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) secara jelas menyatakan bahwa energi nuklir diharapkan sudah dapat memberikan sumbangan bagi pembangkitan energi listrik nasional pada tahapan pembangunan ke 3 (2015-2019) jika persiapan dan pembangunan PLTN memerlukan waktu sekitar 8 tahun, maka Pemerintah sudah harus memutuskan rencana pembangunan PLTN paling lambat pada akhir tahun 2010.


2.3.2 ASPEK-ASPEK DALAM PEMBANGUNAN PLTN
Aspek Regulasi
Pengembangan PLTN dan industri nuklir pendukungnya selalu didasarkan pada aspek keselamatan sesuai standar Internasional. Untuk itu regulasi nasional dan internasional harus disiapkan oleh Negara yang akan memasuki era energi nuklir. Demikian juga dengan Indonesia, banyak produk regulasi yang sudah diterbitkan maupun sedang dalam proses penyiapan.
Regulasi internasional tentang kegiatan kenukliran di Indonesia sudah disiapkan sejak tahun 1978 dengan diterbitkan UU No. 8 Tahun 1978 tentang ratifikasi “Non Proliferation Treaty” (NPT). Hingga penandatanganan keselamatan nuklir “Convention on Nuclear Safety” pada tahun 2001. Dan masih puluhan regulasi internasional yang sudah ditandatangani, yang semuanya ditunjukan untuk masalah standar keselamatan nuklir dan penggunaan nuklir hanya untuk tujuan damai.
Regulasi nasional tentang kegiatan kenukliran di Indonesia juga sudah disiapkan sejak tahun 60-an dengan diundangkannya UU No. 31 Tahun 1964 tentang Ketenaganukliran, yang kemudian direvisi dengan UU No. 10 1997 tentang Ketenaganukliran. Hingga diterbitkannya PP Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir.
Dengan demikian sebenarnya Indonesia dari sisi regulasi ketenaganukliran internasional maupun nasional, boleh dikatakan sudah siap memasuki era pemanfaatan energi nuklir dalam bentuk pembangunan PLTN. Dan di mata dunia internasional, Indonesia sudah diakui menjadi 3 negara pertama yang mengakui dan mengadopsi Integrated Safeguards Agreement and Andditional Protocol. Kekhawatiran tentang tekanan dunia internasional dan ancaman embargo seperti yang diaalami oleh Iran dan Korea Utara, jika Indonesia mengembangkan energi nuklir menjadi tidak relevan lagi.

Aspek Ekonomi
Banyak studi, termasuk salah satu yang dibuat baru-baru ini oleh The Nuclear Energy Agency of the OECD (OECD/NEA) dan IAEA, menunjukkkan bahwa instalasi tenaga nuklir di sebagian besar Negara sangat kompetitif bila dibandingkan secara ekonomi dengan jenis energi lainnya. Selain itu penggunaan energi nuklir telah mempertimbangkan perbandingkan dengan alternatif-alternatifnya dari beberapa segi antara lain pendanaa, unjuk kerja dan keandalan, ketergantungan dari fluktuasi dalam ketersediaan dan harga pemasok, serta dampak lingkungan dan kesehatan.
Pembangunan PLTN membutuhkan biaya investasi yang besar, tetapi pada saat PLTN beroperasi hanya memerlukan biaya bahan bakar yang jauh lebih rendah disbandingkan dengan pembangkit yang lain. Hal ini dikarenakan oleh bahan bakar nuklir yang sangat kompak dan mempunyai kandungan energi yang lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar fosil ataupun minyak. Biaya bahan bakar yang rendah ini menjadikan biaya produksi listrik PLTN akan kompetitif terhadap pembangkit lain, serta lebih stabil karena tidak rentan terhadap perubahan harga minyak di dunia.
Di banyak Negara biaya pembangkit listrik PLTN sudah dapat bersaing dengan PLTU batubara maupun gas. Terlebih jika biaya lingkungan atau eksternalitas ikut diperhitungkan. Menurut perhitungan yang ada, biaya pembangkit listrik PLTN sudah dapat ditekan menjadi sekitar 5-6 cent USD/kWh, dengan harga penjualan ke PLN (PPA-Power Purchase Agreement) sekitar 6 cent USD/kWh.
Meskipun secara ekonomi menguntungkan, tetapi untuk memulai pembangunan PLTN diperlukan investasi yang cukup besar mengingat biaya overnight-nya masih di sekitar 1800-2700 USD/kWe. Sehingga untuk pembangunan dua unit (twin) PLTN 2x1000 MWe diperlukan dana sekitar 3,6 s/d 5,6 billion USD. Untuk itu diperlukan jaminan pemerintah dan kemudahan lain, jika ingin mendatangkan investasi yang besar tersebut. Apalagi proses persiapan dan pembangunan PLTN hingga pengoperasian komersial memerlukan waktu yang cukup panjang sekitar 8-10 tahun.
Aspek Teknologi
PP No. 43 Tahun 2006 tentang Perijinan Reaktor Nuklir menyatakan dalam salah satu pasalnya bahwa PLTN komersial yang akan dibangun di Indonesia harus menggunakan teknologi teruji (proven technology), yang didefinisikan sebagai PLTN yang sudah dioperasikan secara komersial selama 3 tahun berturutturut di Negara asalnya dan mempunyai faktor kapasitas rerata 75%.
BATAN sudah memberikan masukan kepada pemerintah, bahwa teknologi yang digunakan sebaiknya PLTN jenis PWR (Pressurized Water Reactor) dengan daya 900-1100 MWe. Jenis PWR lebih disukai dan banyak digunakan oleh banyak Negara karena relative lebih mudah dioperasikan, dan area yang terkena radiasi terbatas hanya di dalam kubah reaktor, sehingga relatif lebih bersih dan lebih sederhana penanganan proses radiasinya. Dari sekitar 440 PLTN yang sudah dioperasikan di dunia saat ini, terdapat sekitar 260 berjenis PWR yang sudah dioperasikan atau sekitar 60%. Sebagian besar kapasitas per unit PWR adalah 1000 MWe seperti di Jepang, Korea, dan Cina, yang terbesar adalah 1600 MWe/unit seperti yang saat ini dibangun di Filandia dan Perancis.
Teknologi PLTN yang saat ini banyak dibangun di seluruh dunia, sudah termasuk dalam kategori generasi teknologi PLTN 3+, yang jaminan keamanannya sudah sangat tinggi. Hal ini sangat berbeda dengan PLTN jenis Three Mile Island dan Chernobyl yang masih mempunyai kategori generasi ke 2. Dan jenis PLTN seperti Chernobyl sudah tidak digunakan lagi di dunia. sehingga kemungkinan kecelakaan seperti yang terjadi di kedua reaktor tersebut hampir dipastikan tidak akan terjadi.
Proses pendinginan PLTN (di kondensor) dapat menggunakan air laut, seperti semua PLTN yang saat ini dioperasikan di Jepang (54 unit) dan Korea (20 unit), dan di banyak PLTN di negara-negara lainnya. Teknologi pendingin dengan air laut sudah mencapai tahapan “state of the art”, dan juga digunakan di semua pembangkit PLTU/PLTGU yang saat ini dioperasikan di Indonesia.
Indonesia juga aktif terlibat di berbagai proyek penelitian nuklir dunia, tetapi dengan dana sangat terbatas, maka hasilnyapun tidak terlalu dirasakan manfaatnya. Keterbatasan dana penelitian dapat dilihat pada kecilnya dana belanja litbang Pemerintah. Pada tahun 2004 dana litbang Indonesia hanya sebesar 0,05% GPD, dan tahun 2008 menurun menjadi 0,03 GDP. Bandingkan dengan Malaysia yang mempunyai angka 0,69 GPD dan Vietnam sebesar 0,19% GPD masing-masing di tahun 2004.
Tetapi pada dasa warsa berikutnya reaktor penelitian kedua telah dibangun dan dioperasikan di Yogyakarta dengan daya 100 kW yang diberi nama Kartini yang dibangun oleh bangsa Indonesia.
Reaktor Kartini selain untuk kegiatan penelitian juga digunakan untuk fasilitas pelatihan calon operator reaktor.
Pada tahun 1980-an pemerintah mulai merencanakan untuk memanfaatkan tenaga nuklir sebagai pembangkir listrik yang ditandai dengan dibangunnya fasilitas nuklir berupa reaktor serbaguna Siwabessy di Serpong Tangerang.
Selain reaktor riset yang telah dimiliki, untuk sarana penguasaan teknologi nuklir juga telah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung pengembangan iptek nuklir seperti fasilitas produksi bahan bakar reaktor riset dan raktor daya, fasilitas pengelolahan limbah radioaktif, fasilitas pengujian bahan dan fasilitas keselamatan reaktor daya, rekayasa instrumentasi nuklir eksplorasi mineral radioaktif dll.
Seluruh fasilitas nuklir tersebut dibangun di Kawasan Puspiptek Serpong yang mulai dioperasikan pada tahun 1987 dan kawasan nuklir pasar jumat.
Semua ini digunakan dalam upaya penguasaan teknologi industri nuklir untuk menunjang kemandirian dalam pembangunan dan pengoperasikan PLTN di Indonesia.









BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Energi nuklir merupakan energi yang dihasilkan memalui reaksi fisi nuklir yang biasannya menggunakan bahan bakar Uranium dan menghasilkan energi yang sangat besar. PLTN diharapkan bisa menutupi kebutuhan energi listrik di dunia.
Di Indonesia saat ini masih dalam perencanaan menuju pembangunan PLTN. Kendala yang dialami Indonesia adalah sulitnya sosialisasi ke masyarakat karena bahayanya nuklir jika terjadi kecelakaan.
3.2  SARAN
Sebagai mahasiswa dan masyarakat yang ber-IPTEK seharusnya kita mendukung dengan kebijakan rencana pembangunan PLTN di Indonesia untuk mencegah terjadinya krisis energi lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA

Peryoga, Yoga dkk. Mengenal Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Buku Suplemen untuk Sekolah Menengah Atas. 2008. Jakarta: Kementerian Negara Riset dan Teknologi.
http://batanteknologi.wordpress.com/2012/07/02/pengertian-energi-nuklir/
http://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_nuklir
Ridwan, Ahmad T. Nugraha. Majalah 1000 Guru Edisi 6. 2011.
Soetrisnanto, Arnold. PLTN Menjamin Ketahanan Penyediaan Listrik Nasional. 2010. Jakarta: MPEL, HIMNI, METI, IEN, WIN.