PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Energi listrik merupakan kebutuhan yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan konsumsi energi dari tahun ke
tahun semakin bertambah dengan bertambahnya penduduk, serta semakin
berkembangnya industri dan teknologi di Indonesia. Sumber energi di Indonesia
masih didominasi dari energi fosil (minyak bumi, gas dan batu bara). Dari
konsumsi energi listrik sampai ke energi bahan bakar kendaraan. Sedangkan
sumber energi yang non fosil seperti energi air, surya, angin, panas bumi dan
nuklir bisa dikatakan belum diterapkan dengan semaksimal mungkin di Indonesia.
Semakin
lama, kita sadari bahwa ketersediaan bahan bakar fosil yang merupakan bahan
bakar tak baharukan semakin menipis. Sedangkan kebutuhan terhadap energi
semakin meningkat. Selain itu, bahan bakar fosil lama kelamaan akan memberikan
kontribusi secara signifikan terhadap pemanasan global dan perubahan iklim
karena emisi CO2, SOx dan NOx yang
dikeluarkannya.
Dengan
permasalahan yang ada di atas, pemerintah menetapkan bauran energi (energy mix) sebagai solusi masalah-masalah tersebut
melalui Peraturan Presiden No 5 tahun 2006. Sebagai pengganti energi fosil,
pemerintah menetapkan penggunaan energi baru dan terbarukan yang terdiri dari
biofuel, energi bayu/angin, air, geothermal
(panas bumi) dan nuklir.
Nuklir
merupakan salah satu energi baru yang dapat menghasilkan daya yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan energi fosil. Namun kendalanya, di Indonesia
pembangunan PLTN ini penuh dengan pro dan kontra. Banyak yang masih takut
dengan dampak terburuk jika terjadi kecelakaan seperti bencana tsunami di
Jepang yang kemudian meledakan reaktor nuklir, sehingga di wilayah tersebut
harus diisolasi karena radioaktifitas dari radiasi nuklir tersebut.
1.2
RUMUSAN MASALAH
Dari latar
belakang di atas, dapat kita rumuskan beberapa masalah, antara lain:
1.
Apa yang
dimaksud dengan nuklir dan bagaimana perkenalan tentang nuklir?
2.
Apa yang
dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga nuklir (PLTN) dan seluk beluknya?
3.
Bagaimana
pembangunan PLTN di Indonesia?
1.3
TUJUAN PENULISAN
Dari
rumusan masalah di atas, dapat kita simpulkan beberapa tujuan penulisan makalah
ini, antara lain:
1.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan nuklir dan mengetahui tentang seluk beluk nuklir.
2.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan PLTN serta seluk beluk PLTN.
3.
Dapat mengetahui
seberapa jauh pembangunan PLTN di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGENALAN NUKLIR
Nuklir merupakan
kata sifat yang khusus berhubungan dengan nucleus
atau inti atom. Atom berasal dari bahasa Yunani yaitu atomos yang berarti “tidak dapat dibelah lagi”. Pada awalnya kata
atom digunakan untuk menggambarkan unit terkecil dari materi yang tidak mungkin
ada unit lain yang lebih kecil lagi. Kemudian seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan, menunjukkan bahwa unit materi atom masih tersusun atas sejumlah
materi lain yang lebih kecil. Susunan atom terdiri dari inti atom (nucleus) yang dikelilingi oleh partikel
bernama electron pada jarak atau
orbit tertentu. inti atom sendiri tersusun atas partikel-partikel bernama proton dan neutron. Electron, proton, dan
neutron disebut sebagai partikel
elementer.
2.1.1
REAKSI NUKLIR
Reaksi nuklir adalah
reaksi yang melibatkan inti atom. Biasanya terjadi antara inti atom dengan inti
atom atau dengan partikel elementer yang menghasilkan produk yang berbeda
dengan inti atom atau partikel sebelum reaksi. Pada prinsipnya
sebuah reaksi dapat melibatkan lebih dari dua partikel yang bertubrukan, tetapi
kejadian tersebut sangat jarang. Bila partikel-partikel tersebut bertabrakan
dan berpisah tanpa berubah (kecuali mungkin dalam level energi), proses ini disebut tabrakan dan bukan sebuah reaksi.
Secara umum reaksi
nuklir dapat dibedakan menjadi reaksi penggabungan (fusi) dan reaksi pembelahan (fisi).
1.
Reaksi Fusi
Nuklir
Reaksi fusi
nuklir adalah reaksi peleburan atau
penggabungan dua atau lebih inti atom menjadi inti atom baru yang lebih berat dan
menghasilkan energi, juga dikenal sebagai reaksi yang bersih. Reaksi fusi
juga menghasilkan radiasi sinar alfa, beta dan gamma yang sagat berbahaya bagi
manusia.
Reaksi ini diikuti oleh pelepasan
atau penyerapan energi serta partikel-partikel elementer fusi atom Deuterium
(2H) dengan Tritium (3H) atau (D-T fusion) akan menghasilkan sebuah atom Helium
(He) dan Neutron (n) disertai oleh pelepasan energi. Contoh reaksi
fusi nuklir adalah reaksi yang terjadi di hampir semua inti bintang di alam
semesta. Senjata bom hidrogen juga memanfaatkan prinsip reaksi fusi tak
terkendali.
2.
Reaksi Fisi
Nuklir
Reaksi fisi
nuklir adalah reaksi pembelahan inti atom akibat tubrukan inti atom lainnya,
dan menghasilkan energi dan atom baru yang bermassa lebih kecil, serta radiasi
elektromagnetik.
Proses reaksi biasanya berawal dari
penetrasi elementer neutron ke dalam inti atom yang kemudian menjadi tidak
stabil dan akhirnya pecah menjadi dua inti atom lain yang disebut produk fisi.
Selain produk fisi, biasanya dilepaskan pula beberapa buah neutron (n), energi
dalam bentuk panas dan radiasi gamma.
Reaksi
fisi berantai
Ketika inti atom
suatu bahan bakar nuklir seperti uranium mengalami reaksi fisi, maka akan
dilepaskan pula sebanyak 2 atau 3 buah neutron baru (neutron bebas) hasil dari
reaksi fisi tersebut. Neutron-neutron bebas tersebut bisa menjadi pemicu untuk
terjadinya reaksi fisi berikutnya dari inti atom uranium lain yang berada di
sekitarnya. Jika reaksi-reaksi fisi ini terus berlanjut, maka terjadilah apa
yang dinamakan dengan reaksi fisi berantai.
Masa
kritis
Salah satu
syarat agar reaksi fisi berantai dapat terus dipertahankan adalah tersedianya
bahan bakar nuklir dalam jumlah yang cukup. Jumlah material bahan nuklir yang
diperlukan agar reaksi fisi berantai dapat dipertahankan tersebut dinamakan
masa krisi.
Moderasi
Secara umum hanya
neutron dengan energi relatif rendah (thermal neutron) yang memiliki
kemungkinan terbesar untuk menimbulkan terjadinya reaksi fisi pada inti atom
bahan bakar nuklir.
Neutron bebas
yang dihasilkan dari reaksi fisi adalah neutron dengan energi relatif tinggi
yang dikenal sebagai neutron cepat (fast neutron). Oleh karena itu, energi
neutron ini harus diturunkan dengan mempergunakan moderator agar reaksi fisi
berikutnya pada reaksi fisi berantai dapat terjadi.
Prinsip
penurunan energi neutron (moderasi) adalah dengan cara memantul-mantulkan
neutron tersebut terhadap atom-atom material yang berfungsi sebagai moderator.
Karena pantulan inilah energi neutron menjadi turun. Material yang biasa
digunakan sebagai moderator adalah air dan grafit (karbon).
Pengendalian
reaksi fisi berantai
Selain bahan
bakar nuklir, agen utama pada reaksi fisi adalah neutron, dengan demikian
pengendalian reaksi fisi berantai adalah dengan mengatur populasi neutron.
Untuk mengendalikan jumlah neutron ini maka dipakai material penyerap neutron
seperti boron.
Boron hanya
menyerap neutron tanpa menimbulkan terjadinya reaksi fisi. Dengan mengatur
posisi boron di sekitar bahan bakar nuklir maka terjadinya reaksi fisi dapat
dikendalikan.
2.1.2
ENERGI NUKLIR
Energi yang
dibebaskan dalam proses reaksi nuklir, seperti dalam reaksi fisi, dinamakan
energi nuklir.
Proton dan
neutron secara independen adalah partikel bebas, sehingga ketika bergabung
membentuk satu inti atom, partikel-partikel ini terikat oleh energi yang
disebut energi ikat. Sebagian dari energi ikat yang dilepaskan dalam proses
reaksi fisi nuklir inilah yang menjadi sumber energi nuklir.
Sekitar 80% dari
energi nuklir ini dibawa oleh produk fisi dalam bentuk energi kinetik yang
kemudian terdisipasi menjadi panas di dalam medium bahan bakar ketika produk
fisi tersebut bergerak dan kehilangan energi dalam medium.
Sejauh ini, energi nuklir adalah sumber energi yang yang
paling padat dari semua sumber energi di alam ini yang bisa dikembangkan
manusia. Artinya, kita dapat mengekstrak lebih banyak panas dan listrik dari
jumlah yang diberikan dibandingkan sumber lainnnya dengan jumlah yang setara.
Sebagai pembanding, 1 kg batu bara dan uranium yang sama-sama
berasal dari perut bumi. Jika kita mengekstrak energi listrik dari 1 kg
batubara, kita dapat menyalakan lampu bohlam 100W selama 4 hari. Dengan 1 kg
uranium, kita dapat menyalakan bohlam paling sedikit selama 180 tahun.”
(whatisnuclear.com)
2.2 PEMBANGKIT LISTRIK
TENAGA NUKLIR (PLTN)
PLTN adalah
suatu sistem yang mengkorvesikan panas hasil reaksi fisi di dalam reaktor
nuklir menjadi energi listrik.
2.2.1
KOMPONEN-KOMPONEN DI PLTN
Komponen-komponen
yang umum ditemui dalam PLTN adalah reaktor nuklir, steam generator, turbin uap, condenser, generator dan banguan
pengungkung reaktor.
·
REAKTOR NUKLIR
Reaktor nuklir
adalah tempat terjadinya reaksi nuklir terkendali sehingga dihasilkan energi
dalam bentuk panas.
·
STEAM GENERATOR
Steam generator
(pembangkit uap) merupakan suatu alat untuk mengubah air menjadi uap. Pada
reaktor tipe PWR, steam generator dibuat terpisah dari reaktor, sedangkan pada
reaktor tipe BWR, reaktor sendiri sekaligus berfungsi sebagai steam generator.
·
TURBIN UAP
Turbin uap
mengubah energi kinetik uap menjadi putaran poros turbin. Pada pembangkit
listrik dengan kapasitas besar seperti PLTN biasanya terdapat 2 atau 3 buah
turbin yaitu turbin tekanan tinggi, menengah (intermediate) dan rendah.
·
GENERATOR
LISTRIK
Putaran poros
turbin dikonversi menjadi listrik oleh generator. Peletakan dikopel langsung
poros ke poros dengan turbin uap.
·
KONDENSER
Kondenser
menerima input uap dari stage terakhir
turbin tekanan dan mengubahnya kembali menjadi air (dikondensasi).
·
RUANG CONTROL (CONTROL ROOM)
Ruang control
adalah tempat mengendalikan reaktor. Di ruangan ini terdapat display kondisi operasi semua peralatan
utama dan pendukung sehingga kondisi operai PLTN termonitor secara terus
menerus dan dapat segara diambil tindakan yang tepat pada saat diperlukan.
Selama PLTN beroperasi, sejumlah operator terlatih harus bertugas dan berjaga
di ruang control. Pada saat PLTN dioperasikan secara bergiliran dalam grup.
·
BANGUNAN
PENGUNGKUNG REAKTOR
Bangunan ini
terbuat dari beton untuk melindungi lingkungan dari kemungkinan keluarnya
radiasi dan material radioaktif ke lingkungan dan sebaliknya juga berfungsi
sebagai pelindung reaktor dari kemungkinan kerusakan akibat faktor-faktor luar.
Pondasi untuk
bangunan digali sampai diperoleh batuan keras (bedrock) untuk menjamin kekokohan yang memadai.
2.2.2
REAKTOR NUKLIR
Reaktor
Nuklir dan Komponen-komponennya
Reaktor Nuklir
adalah sebuah system tempat mengontrol dan mempertahankan terjadinya reaksi
nuklir berantai. Rector nuklir bisa dipergunakan untuk pembangkit listrik,
produksi radioisotop dan keperluan penelitian.
PLTN sering
dicirikan atau diberi nama sesuai dengan jenis reaktor nuklir yang
digunakannya. Berikut ini adalah beberapa dari jenis reaktor nuklir yang
dipergunakan dalam Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yaitu antara lain jenis Boiling Water Reactor (BWR), Pressurized Water Reactor (PWR), Gas-Cooled Reactor (GCR), Light Water Graphite Reactor (LWGR), Fast Breeder Reactor (FBR), Pebble Bed Reactor (PBR).
1.
Reaktor Air
Mendidih (Boiling Water Reactor, BWR)
Reaktor jenis ini
mempergunakan air sebagai media pendingin sekaligus sebagai moderator. Air menyerap
panas dari bahan bakar sampai terjadi uap di dalam reaktor sehingga reaktor
juga berfungsi sebagai steam generator.
Uap yang dihasilkan
langsung dipergunakan untuk menggerakkan turbin generator sehingga dihasilkan
energi listrik. Keluaran dari turbin, uap dikondensasi untuk kemudian dipompa
kembali ke dalam reaktor. Batang kendali disisipkan dari bagian bawah reaktor
dengan mempertimbangkan karakteristik reaktor.
2.
Reaktor Air
Bertekanan (Pressurized Water Reactor,
PWR)
Berbeda dengan BWR, PWR
mempergunakan dua siklus pendinginan. Siklus pertama (siklus primer), yang
berhubungan langsung dengan reaktor, diberi tekanan tinggi untuk menghindari
terjadinya pendidihan air pendingin di dalam reaktor dan di saluran siklus
primer.
Panas dari siklus
pertama ini kemudian dipindahkan ke siklus ke dua (siklus sekunder) melalui
peralatan steam generator. Air pendingin dari siklus ke dua inilah yang
kemudian diuapkan dan dipergunakan untuk memutar turbin dan generator listrik.
Karena karateristik yang berbeda dengan BWR, maka batang kendali untu reaktor
tipe PWR ini disisipkan bagian atas reaktor.
3.
Reaktor Air
Berat Bertekanan (Pressurized Heavy Water
Reactor, PHWR)
Reaktor ini secara
prinsip mirip dengan PWR, yang membedakan adalah pending dan moderator air
biasa atau air ringan (H2O) diganti dengan air berat (D2O).
jenis reaktor ini yang banyak ditemui dalam PLTN adalah CANDU (Canada Deuterium
Uranium) reactor.
Penggunaan air berat
membuat reaktor jenis ini dapat menggunakan uranium alam yang tidak diperkaya
sebagai bahan bakar karena air berat relative bersifat tidak begitu menyerap
neutron bila dibandingkan dengan air ringan.
Berbeda dengan reaktor
lain, bejana reaktor CANDU (calandria)
dibuat horizontal.
4.
Reaktor
Berpendingin Gas (gas-Cooled Reactor, GCR)
Gas CO2 yang
disikulasikan ke dalam bejana reaktor berfungsi sebagai pendingin siklus
primer. Gas panas yang keluar dari reaktor kemudian masuk ke dalam steam
generator untuk membangkitkan uap pada siklu sekunder yang menggunakan air
sekaligus mendinginkan gas CO2 tersebut sebelum kembali masuk ke
dalam reaktor. Pada tipe ini, grafit diperlukan sebagai moderator sehingga bisa
mempergunakan uranium alam yang tidak diperkaya sebagai bahan bakar, seperti
pada reaktor CANDU.
5.
Reaktor Grafit
Berpendingin Air (Light Water Graphite
Reactor, LWGR)
Reaktor ini
mempergunakan grafit sebagai moderator dan air sebagai pendingin. Air pendingin
dibiarkan mendidih di dalam reaktor dan uapnya kemudian dipisahkan dari air di
dalam steam drum. Uap kemudian
dipergunakan untuk menggerakkan turbin. Reaktor yang mengalami kecelakaan di
Chernobyl termasuk ke dalam tipe reaktor ini.
6.
Reactor Pembiak
Cepat (Fast Breeder Reactor, FBR)
Reaktor ini lebih
mempergunakan plutonium Pu-239 sebagai bahan bakar. Plutonium berada di bagian
tengah inti reaktor, kemudian di sebelah luarnya dikelilingi oleh U-238. Uranium-238 ini menyerap neutron yang berasal
dari hasil fisi di bagian tengah reaktor sehingga berubah menjadi Pu-239.
Produksi Pu-239 inilah yang dikenal sebagai pembiakan bahan bakar. Dengan tanpa
adanya moderator di dalam reaktor untuk menurunkan energi neutron membuat
reaktor ini disebut pembiak cepat.
7. Reaktor Pebble Bed (Pebble Bed Reactor)
Reaktor ini
mempergunakan bahan bakar keramik uranium (U), plutonium (Pu) atau thorium (Th)
berbentuk bola (pebble). Bola-bola
diletakkan ke dalam silinder reaktor yang bagian bawahnya berbentuk seperti
corong sebagai tempat keluarnya bahan bakar yang sudah habis terpakai.
Gas helium yang
dialirkan di sela-sela tumpukan bola-bola keramik berfungsi sebagai pendingin
yang menyerap panas hasil reaksi fisi untuk kemudian ditransfer ke air
pendingin melalui steam generator. Grafit pada struktur bahan bakar atau
bola-bola grafit yang dicampur dengan bola-bola bahan bakar berfungsi sebagai
moderator. Aliran tipikal dari pebble ini adalah satu pebble setiap menit.
Secara umum
terdapat lima buah komponen dasar pada sebuah reaktor nuklir yaitu: Bahan
Bakar, Moderator, Batang Kendali, Pendingin dan Perisai pengungkung.
1. Bahan Bakar
Bahan bakar reaktor
nuklir adalah nuklida-nuklida dapat belah (fissionable
nuclide). Bahan bakar yang umum dipakai untuk reaktor nuklir saat ini
adalah uranium dan plutonium oksida yang biasanya berbentuk silinder pejal
dengan tinggi dan diameter sekitar 1 cm dan dinamakan pellet.
Secara geologis,
seperempat daratan di Indonesia diperkirakan mengandung deposit mineral
radioaktif terutama uranium yang merupakan bahan bakar bagi energi nuklir.
Sejak tahun 1960 telah dilakukan prospeksi umum dan saat ini telah mencakup 78%
dari luas total 535.000 km2 yang terdapat di Indonesia. Secara garis
besar, bijih pembawa uranium dibagi dalam 2 kategori, yakni:
·
Bijih U
bervalensi IV, yang terbentuk di lingkungan reduktif bawah muka bumi, kaya
bahan organik. Bijih tersebut berwarna hitam atau coklat tua, seperti
mineral-mineral: Pitchblende (campuran alami UO2 & UO3),
Coffinite (U silikat), Brennerite (U titinat), serta termasuk batubara yang
mengandung U.
·
Bijih U
bervalensi VI, terbentuk di lingkungan oksidatif di permukaan bumi, terjadi di
masa recent, mengalami hidrasi, merupakan hasil pelapukan bijih U bervalensi
IV. Berwarna kuning-jingga atau hijau jika berasosiasi dengan Cu.
Mineral-mineral penting kategori ini adalah Autunit (U & Ca), Chalcolite
atau Torbenite (U & Ca), Vanadate dan Gummite.
2.
Moderator dan Pendingin
Kebanyakan reaktor yang
ada saat ini mempergunakan media air sebagai moderatoe. Air juga sekaligus
berperan sebagai pendingin bagi bahan bakar reaktor.
Reaktor harus
didinginkan karena panas yang dibangkitkan oleh reaksi fisi dalam bahan bakar akan
menghasilkan suhu sekitar 1000o Celcius di pusat bahan bakar. Jika
tidak didinginkan, suhu ini akan meningkat dan mengakibatkan melelehnya bahan
bakar sehingga mengakibatkan kontaminasi material radioaktif. Selain itu
pendingin juga berfungsi untuk mentransfer panas keluar dari bejana reaktor
sehingga bisa dimanfaatkan seperti untuk pembangkit listrik.
3.
Batang Kendali
Material yang umum
dipakai untuk batang kendali (control rod)
adalah Boron Karbida (B4C) atau campuran perak-indium-kadmium yang
dikemas dalam kelongsong logam. Batang kendali ini disisipkan di antara bahan
bakar, bisa turun atau naik. Selain dengan batang kendali, reaktor biasanya
juga dikendalikan dengan menambah larutan boron ke dalam pendingin atau
moderator, hal ini disebut dengan chemical
shim.
4.
Bejana Pengungkung
Perisai pengungkung
terbuat dari bejana baja tahan karat dengan ketebalan sekitar 20 cm. bejana ini
berfungsi sebagai perisai radiasi dan juga pengungkung material radioaktif jika
terjadi lelehan bahan bakar nuklir.
5.
Reaktor Alam
Alam telah memberikan
pelajaran berharga mengenai reksi fisi nuklir beserta cara pengendaliannya
dengan ditemukannya aktifitas reaksi fisi di pertambangan uranium Oklo di
Gabon, Afrika, pada bulan Mei 1972. Reaktor ala mini diperkirakan telah berumur
lebih dari 1,7 milyar tahun.
Aktifasi fisi ini
berhasil diungkap oleh para ilmuwan Perancis yang menemukan bahwa kandungan
U-235 dari tambang Oklo tersebut memiliki kadar sampai 0,44%, jauh di bawah
kadar normal untuk saat ini sekitar 0,7%. Setelah serangkaian penelitian
akhirnya dipastikan hal itu terjadi karena adanya reaksi fisi berantai secara
alami di pertambangan uranium tersebut. Air yang merembes ke dalam enclave
uranium berperan sebagai moderator.
Struktuk geologi di
reaktor alam tersebut mampu mengungkung produk fisi sehingga tidak pernah
berpindah dari tempat asalnya. Ini merupakan pelajaran berharga mengenai
pengelolaan dan penyimpanan limbah radioaktif.
2.2.3 PEMBUATAN BAHAN BAKAR REAKTOR
NUKLIR
Pembuatan bahan
bakar reaktor dari sejak penambangan memerlukan beberapa tahapan proses. Bijih
uranium hasil penambangan diolah menjadi tepung U3O8 yang
biasa disebut yellow cake karena berwarna kuning yang kemudian dimurnikan dan
dikonversikan menjadi gas uranium hexaflorida (UF8) dengan kandungan
U-235 0,7% dari total uranium.
Kebanyakan
reaktor nuklir mempergunakan bahan bakar dengan kandungan U-235 sekitar 3-5%,
oleh karena itu maka kandungan U-235 dalam UF8 harus ditingkatkan
atau diperkaya (enriched) misalnya
melalui proses sentrifugal gas. Proses ini memanfaatkan massa U-234 yang lebih
ringan daripada U-238.
Dengan proses
ini gas UF8 diputar pada kecepatan supersonic sehingga gas UF8 dengan
kandungan U-235 yang lebih banyak (U-235 enriched) relative akan berada di
tengah tabung sentrifugal sedangkan gas UF8 dengan kandungan U-235
yang lebih sedikit (U-235 depleted) akan berada di sisi tabung sentrifugal.
Gas UF8 dengan
kandungan U-235 sekitar 3-5% (UF8 diperkaya) kemudian dikonversi
menjadi tepung UO2. Pada proses selanjutnya tepung UO2
ini di-press atau dicetak menjadi bentuk silinder pejal dengan tinggi sekitar
10 mm dan diameter sekitar 8 mm yang disebut pellet. Pellet-pellet ini kemudian disusun di dalam kelongsong (cladding) berupa silinder logam zirconium
setinggi sekitar 4 m, susunan pellet berkelongsong ini dinamakan batang bahan
bakar (fuel rod). Fuel rod ini
kemudian disusun lagi menjadi elemen bakar (fuel
element atau fuel assembly).
Element-element bakar ini kemudian disusun di dalam bejana reaktor untuk
membentuk inti reaktor (reactor core).
2.2.4
PRINSIP KERJA PLTN
Ada dua macam sumber tenaga nuklir yaitu“Nuclear
fission reactor” yang memproduksi energi akibat reaksi berantai dari reaksi
fisi nuklir dan “Radioisotop thermoelectric generator” memproduksi
energi melalui peluruhan radioaktif, dan sebagian besar pembangkit tenaga
nuklir biasanya menggunakan tipe reaktor fisi nuklir, disebabkan output energi
dari reaktor fisi ini dapat dikontrol.
Elemen
bahan bakar menyediakan sumber inti atom yang akan mengalami fusi nuklir. Bahan
yang biasa digunakan sebagai bahan bakar adalah uranium U. Neutron-neutron yang
dihasilkan dalam fisi uranium berada dalam kelajuan yang cukup tinggi. Adapun,
neutron yang memungkinkan terjadinya fisi nuklir adalah neutron lambat sehingga
diperlukan material yang dapat memperlambat kelajuan neutron ini. Fungsi ini
dijalankan oleh moderator neutron yang umumnya berupa air. Jadi, di dalam teras
reaktor terdapat air sebagai moderator yang berfungsi memperlambat kelajuan
neutron karena neutron akan kehilangan sebagian energinya saat bertumbukan
dengan molekul-molekul air. Fungsi pengendalian jumlah neutron yang dapat
menghasilkan fisi nuklir dalam reaksi berantai dilakukan oleh batang-batang
kendali. Agar reaksi berantai yang terjadi terkendali dimana hanya satu neutron
saja yang diserap untuk memicu fisi nuklir berikutnya, digunakan bahan yang
dapat menyerap neutron-neutron di dalam teras reaktor. Bahan seperti boron atau
cadmium sering digunakan sebagai batang kendali karena efektif dalam menyerap
neutron. Batang kendali didesain sedemikian rupa agar secara otomatis dapat
keluar-masuk teras reaktor. Jika jumlah neutron di dalam teras reaktor melebihi
jumlah yang diizinkan (kondisi kritis), maka batang kendali dimasukkan ke dalam
teras reaktor untuk menyerap sebagian neutron agar tercapai kondisi kritis.
Batang kendali akan dikeluarkan dari teras reaktor jika jumlah neutron di bawah
kondisi kritis (kekurangan neutron), untuk mengembalikan kondisi ke kondisi
kritis yang diizinkan. Radiasi yang dihasilkan dalam proses pembelahan inti
atom atau fisi nuklir dapat membahayakan lingkungan di sekitar reaktor.
Diperlukan sebuah pelindung di sekeliling reaktor nuklir agar radiasi dari zat
radioaktif di dalam reaktor tidak menyebar ke lingkungan di sekitar reaktor. Fungsi
ini dilakukan oleh perisai beton yang dibuat mengelilingi teras reaktor. Beton
diketahui sangat efektif menyerap sinar hasil radiasi zat radioaktif sehingga
digunakan sebagai bahan perisai.
Dalam
reaktor nuklir PLTN, reaksi fisi berantai dipertahankan kontinuitasnya dalam
bahan bakar sehingga bahan bakar menjadi panas. Panas ini kemudian ditransfer
ke pendingin reaktor yang kemudian secara langsung atau tak langsung digunakan
untuk membangkitkan uap. Pembangkitan uap langsung dilakukan dengan membuat
pendingin reaktor (biasanya air biasa, H2O) mendidih dan menghasilkan uap. Pada
pembangkitan uap tak langsung, pendingin reaktor (disebut pendingin primer)
yang menerima panas dari bahan bakar disalurkan melalui pipa ke perangkat
pembangkit uap. Pendingin primer ini kemudian memberikan panas (menembus media
dinding pipa) ke pendingin sekunder (air biasa) yang berada di luar pipa
perangkat pembangkit uap untuk kemudian panas tersebut mendidihkan pendingin
sekunder dan membangkitkan uap. PLTN jenis PWR (Pressurizer Water Reactor)
merupakan salah satu jenis PLTN dengan pembangkit uap tidak langsung.
PWR
bekerja berdasarkan prinsip dua daur, dimana pedingin pada masing-masing daur
terpisah satu sama lainnya. Daur primer berisi air yang bertekanan tinggi dan
bersuhu tinggi. mengambil panas yang dihasilkan oleh reaksi fisi didalam teras
reaktor. Panas digunakan untuk memanaskan air pada pendingin primer (lingkar
pendingin primer ditunjukkan dalam skema dengan garis putus-putus merah.). Air
ini melalui pipa berbentuk U terbalik tetapi tidak tercampur dengan air umpan (
fedwater ) pada daur sekunder. Aliran panas ini dipindahkan ke daur
sekunder, dimana air umpan didihkan dan uap dihasilkan di dalam sistem
pembangkit uap ( sistem pembangkit uap → turbin → kondensor). Transfer panas
ini dicapai tanpa mencampurkan dua cairan, air dari daur primer dapat menjadi
radioaktif. Air dari daur primer dipompa kembali kedalam bejana reaktor oleh
pompa primer.
Pada
reaktor jenis PWR, aliran pendingin primer yang berada di teras reaktor bersuhu
mencapai 325°C sehingga perlu diberi tekanan tertentu (sekitar 155 atm) oleh
perangkat pressurizer sehingga air tidak dapat mendidih.
Uap
yang dihasilkan oleh sistem pembangkit uap dialirkan ke turbin dan memutar
turbin tersebut kemudian memutar generator. Hasil putaran generator ini
menghasilkan listrik yang merupakan produk akhir PLTN. Uap selanjutnya
berkondensasi dalam kondenser, sedang air kondensat tersebut diumpan kembali ke
sistem pembangkit uap.
Listrik
sebagai produk akhir dari sebuah pembangkit melayani beban melalui saluran
transmisi. Jika beban bertambah maka putaran turbin-generator akan mengalami
penurunan, untuk menaikkannya kembali produksi uap ditambah. Jika terjadi putus
jaringan saluran transmisi, maka akan terjadi pelepasan beban secara tiba-tiba.
Hal ini akan menyebabkan putaran turbin-generator menjadi berlebih karena
pasokan uap yang memutar turbin-generator masih terus berjalan. Oleh karena itu
dalam kondisi kehilangan beban seperti ini, Katup-katup uap akan menutup dengan
cepat sehingga pasokan uap akan terhenti dan putaran turbin generator akan
melambat dan akhirnya berhenti. Kondisi kehilangan beban merupakan kejadian
yang harus dihindarkan.
Perbedaan
cara kerja pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dengan pembangkit listrik
tenaga nuklir (PLTN), yaitu pada PLTU, di dalam ketel uap (boiler)
minyak atau batu bara dibakar untuk membangkitkan uap dengan temperatur dan
tekanan tinggi, kemudian uap ini disalurkan ke turbin untuk membangkitkan
tenaga listrik. Dalam hal pembangkitan listrik, PLTU dan PLTN mempunyai prinsip
yang sama. Panas yang dihasilkan digunakan untuk membangkitkan uap dan kemudian
uap disalurkan ke turbin untuk membangkitkan listrik. Yang berbeda dari kedua
tipe pembangkit listrik ini adalah mesin pembangkit uapnya, yang satu berupa
ketel uap dan yang lainnya berupa reaktor nuklir.
2.2.5
BATAS WAKTU OPERASI PLTN
Seperti semua
pembangkit listrik, PLTN memiliki batasan waktu pengoperasian dimana di luar
batas waktu ini maka pengoperasiannya menjadi tidak ekonomis karena kondisi
material teaktornya yang sudah tidak memadahi. Generasi awal PLTN dirancang
untuk memiliki umur operasi sekitar 30 tahun meskipun beberapa diantaranya
telah terbukti masih bisa dioperasikan lebih lama lagi. PLTN geneerasi lebih
maju dirancang untuk bisa dioperasikan selama 40-60 tahun. Setelah habis masa
operasinya maka PLTN harus di-dekomisioning.
Dekomisioning berarti
mematikan reaktor secara permanen (permanent shutdown) dan kemudian mengambil
langkah-langkah untuk membersihkan material radioaktif sehingga lokasinya bisa
dipergunakan untuk keperluan lain. Saat ini terdapat tiga opsi dekomisioning
yang telah diadopsi secara internasional, yaitu:
1.
Pembongkaran
segera (Immediate Dismantling)
Bagian-bagian
reaktor di bongkar lalu dipindahkan atau dibersihkan radioaktifitasnya
(dekontaminasi) segera setelah masa operasinya habis sehingga lokasinya dapat
dipergunakan untuk keperluan lain atau buat PLTN berikutnya.
Biasanya dismantling dan dekontaminasi ini bisa
berlangsung selama beberapa bulan atau tahun setelah habis masa operasi.
2.
Penyimpana
Secara Aman (Safe Storage)
PLTN dimonitor
sambil radiasinya dibiarkan meluruh dan baru kemudian dibongkar sekitar 40-60
tahun kemudian.
3.
Pengisolasian (Entombment)
Komponen-komponen
radioaktof dibiarkan di lokasi dan diisolasi dengan baja beton lalu dibiarkan
meluruh sampai lokasinya bisa dipergunakan untuk tujuan lain.
Sekitar 99% dari
total radioaktif suatu reaktor nuklir berasal dari bahan bakar bekas yang
dipindahkan segera setelah permanent
shutdown. Sisa radioaktifitas lainnya berasal dari hasil aktifasi
komponen-komponen besi yang lama terpapar radiasi neutron selama umur operasi
rector.
Atom-atom
komponen besi ini mengalami transmutasi menjadi Fe-55, Co-60, Ni-63 dan C-14.
Fe-55 dan Co-60 sangatlah radioaktif dan merupakan pemancar gamma, tetapi waktu
paruhnya relative singkat sehingga 50 tahun setelah penutupan reaktor
aktifitasnya telah turun drastic. Setelah 50 tahun tersebut, resiko kepada para
pekerja sebagian besar sudah tidak ada lagi.
2.2.6 LIMBAH RADIOAKTIF
Limbah
radioaktif adalah limbah yang mengandung material radioaktif. Limbah ini bisa
dihasilkan dari fasilitas-fasilitas yang memanfaatkan material radioaktif
seperti industri, rumah sakit, fasilitas proses bahan bakar nuklir, daur ulang
bahan bakar nuklir, fasilitas penelitian dan PLTN. Limbah radioaktif yang
berasal dari atau berhubungan dengan PLTN biasanya disebut juga sebagai limbah
nuklir.
Terdapat tiga
prinsip dalam penanganan material radioaktif yaitu waktu (membiarkan material
meluruh dengan waktu sampai aktifitasnya turun), jarak (radiasi akan berkurang
intensitasnya seiring dengan bertambahnya jarak ke sumber radiasi) dan perisai
atau shielding (radiasi tertentu
tidak dapat menembus material tertentu). Limbah PLTN volumenya sangat kecil
dibandingkan kemampuan PLTN untuk menghasilkan daya listrik. Satu unit PLTN
dengan daya 1000 MWe hanya menghasilkan sekitar 3 ton uranium pertahun. Apabila
umur reaktor mencapai 40 tahun maka limbah yang dihasilkan hanya sekitar 1200
ton. Limbah tersebut hanya memerlukan kolam penyimpanan dengan ukuran 3x4x10 m3.
Prinsip
Pengelolaan Limbah Radioaktif
·
Meminimalkan
volume limbah dengan perlakuan proses (treatment process) yaitu kompaksi dengan
ditekan (terutama untuk limbah padat) dan pembakaran (untuk limbah padat dan
cair).
·
Mengurangi
potensi bahaya dengan pengkondisian (conditioning) menjadi bentuk padatan
menjadi bentuk padatan yang stabil untuk imobilisasi material radioaktif dan
kemudian diberi container untuk memudahkan penanganan, transportasi,
penyimpanan sementara dan atau penyimpana lestari. Pengkondisian ini bisa dalam
bentuk sementasi (untuk limbah solid dan endapan) dan vitrifikasi (terutama
untuk limbah cair) yaitu imobilisasi material radioaktif dalam matrix seperti
gelas borosilikat.
Kategori
Limbah
Limbah nuklir
dapat dikategorikan ke dalam 4 kategori, yaitu:
1.
Limbah tingkat
sangat rendah (very low level waste)
Limbah
kategori ini memiliki radioaktivitas sangat kecil dalam volume yang sangat
kecil pula dan bisa dibuang sebagai limbah domestik biasa.
2.
Limbah tingkat
rendah (low Level waste, LLW)
Bagian
terbesar dari limbah ini berasal dari daur ulang bahan nuklir seperti kertas,
perkakas, kain, filter dan lain-lain yang memiliki sejumlah kecil
radioaktifitas yang waktu paruhnya pendek. Limbah ini tidak memerlukan perisai
selama penanganan dan transportasi serta cocok untuk dikubur tidak terlalu
dalam. Selama volume, limbah kategori ini bisa mencapai 90% dari total limbah
radioaktif tetapi secara aktifitas hanya 1% total aktifitas limbah radioaktif.
3.
Limbah tingkat
menengah (intermediate level waste, ILW)
Limbah
ini memilki tingkat radiaktifitas yang lebih tinggi dan biasanya memerlukan
perisai selama penanganannya. Perisai bisa berbentuk tameng timah hitam (lead),
beton atau air untuk member pelindungan dari radiasi yang memiliki daya tembus
tinggi seperti sinar gamma. Limbah ini biasanya terdiri atas resin, bahan kimia
dan kelongsong bahan bakar selain dari material yang teraktifasi dari dalam
reaktor nuklir.
4.
Limbah tingkat
tinggi (high level waste, HLW)
Limbah
ini berupa produk fisi dan unsur-unsur transuranik dengan waktu paruh sangat
panjang yang dihasilkan di dalam inti reaktor. HLW sangat radioaktif dan panas.
Radioaktifitas limbah radioaktif meskipun volumenya relatif kecil, limbah ini
memerlukan perisai dan pendingin selama proses penangannya.
Perlakuan
bahan bakar nuklir (BBN) bekas
·
Penyimpanan
sementara setelah dipakai di dalam nuklir bahan bakar dikeluarkan dan dinamakan
bahan bakar bekas (spent fuel). Spent fuel yang sangat radioaktif ini biasanya
disimpan untuk sementara sekitar 5 tahun di dalam kolam air yang berfungsi
sebagai pendingin serta perisai radiasi.
· Setelah radioaktifitasnya menurun, maka bahan bakar
ini siap untuk dibuang ke tempat penyimpanan lestari.
Penyimpanan
dan pembuangan
Opsi yang selama
ini diterima secara umum untuk pembuangan limbah radioaktif adalah penyimpanan tanah
dangkal (near surface disposal) pada kedalaman sekitar 10 m dan penyimpanan
tanah dalam (deep geological disposal) pada kedalaman 250-1000 m.
Near surface
disposal sudah diterapkan untuk LLW dan ILW berumur paruh pendek oleh Ceko,
Finlandia, Perancis, Jepang, Belanda, Spanyol, Swedia, Inggris dan Amerika
Serikat. Deep geological disposal cocok untuk limbah radioaktif berumur paruh
panjang dan saat ini baru akan diterapkan di Amerika Serikat.
Transmutasi
limbah
Transmutasi
(transmutation) adalah mengkonversikan limbah nuklir berbahaya yang berumur
paruh panjang menjadi material yang lebih stabil yang akan meluruh dalam waktu
cepat dengan demikian maka volume dapat dikurangi.
Prisip utama
transmutasi adalah mengiradiasi material radioaktif dengan neutron sehingga
terjadi fisi menjadi atom yang lebih stabil dan tidak begitu radioaktif.
Alternatif lain
adalah neutron diserap oleh inti atom ringan sehingga menjadi atom lebih berat
baru kemudian terjadi fisi akibat menyerap neutron lainnya.
Studi transmusi
selama ini memanfaatkan reaktor nuklir yang ada serta konsep reaktor subkritik
yang disuplai proton dari akselerator (accelerator-driven system, ADS). Di
dalam reaktor ADS, proton diarahkan ke material target seperti timah hitam,
bismuth atau campuran keduanya untuk menghasilkan neutron (spallation) untuk
keperluan transmutasi.
Sama seperti
reaktor biasa, ADS juga mampu membangkitkan listrik dengan terjadinya reaksi
fisi di inti reaktornya.
Dengan adanya
sistem transmutasi ini maka siklus bahan bakar nuklir bisa direvisi dan
diperbaiki sehingga makin sedikit material radioaktif yang harus dibuang ke
tempat penyimpanan akhir.
2.2.7
Keuntungan dan Kelemahan PLTN
Keuntungan PLTN dibandingkan dengan
pembangkit daya utama lainnya adalah:
1.
Tidak menghasilkan
emisi gas rumah kaca (selama operasi normal).
Gas rumah kaca hanya dikeluarkan ketika Generator Diesel Darurat dinyalakan dan
hanya sedikit menghasilkan gas).
- Tidak mencemari udara, tidak menghasilkan gas-gas
berbahaya seperti karbon
monoksida,
sulfur dioksida, aerosol, mercury, nitrogen oksida, partikulate, atau asap fotokimia.
- Sedikit menghasilkan limbah
padat
(selama operasi normal).
- Biaya bahan bakar rendah - hanya sedikit bahan bakar
yang diperlukan.
- Ketersedian bahan bakar yang
melimpah,
karena sangat sedikit bahan bakar yang diperlukan.
Berikut ini berberapa hal yang menjadi
kekurangan PLTN:
1. Biaya untuk modal pembanunan PLTN dan penyimpanan
limbah sangat tinggi.
2.
Risiko kecelakaan
nuklir.
Kecelakaan nuklir terbesar adalah kecelakaan Chernobyl
(yang tidak mempunyai containment building).
- Limbah nuklir, yaitu limbah
radioaktif
tingkat tinggi yang dihasilkan dan dapat bertahan hingga ribuan tahun.
Amerika Serikat siap menampung limbah PLTN dan Reaktor Riset. Limbah tidak
harus disimpan di negara pemilik PLTN dan Reaktor Riset. Untuk limbah dari
industri pengguna zat radioaktif dapat diolah di Instalasi Pengolahan
Limbah Zat Radioaktif, seperti yang dimiliki oleh BATAN Serpong.
PEMBANGKIT LISTRIK 1000 MWe
|
||
|
PLTN
|
PLTU
|
Konsumsi bahan bakar pertahun
|
25 ton UO2
|
3.000.000 ton batu bara
|
Produksi limbah per tahun
|
1 ton HLW (high level waste)
|
7.000.000 ton kebanyakan dalam bentuk gas (CO2 &
SOx)
|
2.3
PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA
Suplai listrik
dunia yang bersumber dari PLTN saat ini telah mencapai 16% dari sekitar 439
reaktor Prmbangkit nuklir komersial yang beroperasi di 30 negara dengan total kapasitas 372.000 MWe.
Saat ini PLTN di Indonesia baru dalam tahap perencanaan dan akan dioperasikan
tahun 2017/2018.
Namun ada
beberapa tantangan terhadap rencana pembangunan PLTN di Indonesia tersebut
termasuk kekhawatiran masyarakat akan bahaya nuklir dan keraguan terhadap
kemampuan tingkat kedisiplinan. Sumber daya manusia yang akan menyebabkan
resiko yang besar dalam pengoperasian PLTN.
Dalam menghadapi
tantangan tersebut, berbagai bentuk sosialisasi mengenai iptek nuklir dan PLTN
telah dilaksanakan baik melalui ceramah, seminar dan pameran. Bentuk kegiatan
menolak keberadaan PLTN sebagai kegiatan gerakan di dalam masyarakat di Negara
yang menganut faham demokrasi, perlu mendapat respon yang baik dalam bentuk
forum dialog untuk mencari solusi. Ketidakpahaman masyarakat boleh jadi menjadi
salah satu penyebabnya. Pembangunan PLTN di manapun pada mulanya memang selalu
mendapat tantangan dari lingkungan, namun pada masyarakat yang telah siap
dengan budaya iptek, masyarakatnya lebih mudah menerima kegiatan sosialisasi
iptek termasuk PLTN yang pada akhirnya ikut mendukung keberadaan PLTN.
2.3.1
DASAR PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA
UU No. 10 Tahun
1997 tentang ketenaganukliran, pasal 13 mengenai pembangunan PLTN komersial,
menyatakan bahwa pada prinsipnya PLTN komersial dapat dibangun oleh BUMN,
koperasi, atau swasta. Dan dalam UU Kelistrikan No.30 Tahun 2009, DESDEM
dinyatakan sebagai pihak pemerintah yang bertanggungjawab secara teknis untuk
pembangunan usaha listrik komersial oleh BUMN, koperasi, atau swasta.
Perpres No. 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional s/d 2025. Energi nuklir menjadi
salah satu energi baru yang harus dikembangkan. Diterjemahkan dalam buku Blue
Print Energi Nasional di DESDM, bahwa energi nuklir akan memenuhi 2% dari total
energi primer nasional tahun 2025, atu sekitar 4000 MWe.
UU No. 17 Tahun
2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) secara jelas menyatakan
bahwa energi nuklir diharapkan sudah dapat memberikan sumbangan bagi
pembangkitan energi listrik nasional pada tahapan pembangunan ke 3 (2015-2019)
jika persiapan dan pembangunan PLTN memerlukan waktu sekitar 8 tahun, maka
Pemerintah sudah harus memutuskan rencana pembangunan PLTN paling lambat pada
akhir tahun 2010.
2.3.2
ASPEK-ASPEK DALAM PEMBANGUNAN PLTN
Aspek
Regulasi
Pengembangan
PLTN dan industri nuklir pendukungnya selalu didasarkan pada aspek keselamatan
sesuai standar Internasional. Untuk itu regulasi nasional dan internasional harus
disiapkan oleh Negara yang akan memasuki era energi nuklir. Demikian juga
dengan Indonesia, banyak produk regulasi yang sudah diterbitkan maupun sedang
dalam proses penyiapan.
Regulasi
internasional tentang kegiatan kenukliran di Indonesia sudah disiapkan sejak
tahun 1978 dengan diterbitkan UU No. 8 Tahun 1978 tentang ratifikasi “Non
Proliferation Treaty” (NPT). Hingga penandatanganan keselamatan nuklir
“Convention on Nuclear Safety” pada tahun 2001. Dan masih puluhan regulasi
internasional yang sudah ditandatangani, yang semuanya ditunjukan untuk masalah
standar keselamatan nuklir dan penggunaan nuklir hanya untuk tujuan damai.
Regulasi
nasional tentang kegiatan kenukliran di Indonesia juga sudah disiapkan sejak
tahun 60-an dengan diundangkannya UU No. 31 Tahun 1964 tentang
Ketenaganukliran, yang kemudian direvisi dengan UU No. 10 1997 tentang
Ketenaganukliran. Hingga diterbitkannya PP Nomor 43 Tahun 2006 tentang
Perizinan Reaktor Nuklir.
Dengan demikian
sebenarnya Indonesia dari sisi regulasi ketenaganukliran internasional maupun
nasional, boleh dikatakan sudah siap memasuki era pemanfaatan energi nuklir
dalam bentuk pembangunan PLTN. Dan di mata dunia internasional, Indonesia sudah
diakui menjadi 3 negara pertama yang mengakui dan mengadopsi Integrated Safeguards Agreement and
Andditional Protocol. Kekhawatiran tentang tekanan dunia internasional dan
ancaman embargo seperti yang diaalami oleh Iran dan Korea Utara, jika Indonesia
mengembangkan energi nuklir menjadi tidak relevan lagi.
Aspek
Ekonomi
Banyak studi,
termasuk salah satu yang dibuat baru-baru ini oleh The Nuclear Energy Agency of
the OECD (OECD/NEA) dan IAEA, menunjukkkan bahwa instalasi tenaga nuklir di
sebagian besar Negara sangat kompetitif bila dibandingkan secara ekonomi dengan
jenis energi lainnya. Selain itu penggunaan energi nuklir telah
mempertimbangkan perbandingkan dengan alternatif-alternatifnya dari beberapa
segi antara lain pendanaa, unjuk kerja dan keandalan, ketergantungan dari
fluktuasi dalam ketersediaan dan harga pemasok, serta dampak lingkungan dan
kesehatan.
Pembangunan PLTN
membutuhkan biaya investasi yang besar, tetapi pada saat PLTN beroperasi hanya
memerlukan biaya bahan bakar yang jauh lebih rendah disbandingkan dengan
pembangkit yang lain. Hal ini dikarenakan oleh bahan bakar nuklir yang sangat
kompak dan mempunyai kandungan energi yang lebih besar dibandingkan dengan
bahan bakar fosil ataupun minyak. Biaya bahan bakar yang rendah ini menjadikan
biaya produksi listrik PLTN akan kompetitif terhadap pembangkit lain, serta
lebih stabil karena tidak rentan terhadap perubahan harga minyak di dunia.
Di banyak Negara
biaya pembangkit listrik PLTN sudah dapat bersaing dengan PLTU batubara maupun
gas. Terlebih jika biaya lingkungan atau eksternalitas ikut diperhitungkan.
Menurut perhitungan yang ada, biaya pembangkit listrik PLTN sudah dapat ditekan
menjadi sekitar 5-6 cent USD/kWh, dengan harga penjualan ke PLN (PPA-Power Purchase Agreement) sekitar 6
cent USD/kWh.
Meskipun secara
ekonomi menguntungkan, tetapi untuk memulai pembangunan PLTN diperlukan
investasi yang cukup besar mengingat biaya overnight-nya masih di sekitar
1800-2700 USD/kWe. Sehingga untuk pembangunan dua unit (twin) PLTN 2x1000 MWe
diperlukan dana sekitar 3,6 s/d 5,6 billion USD. Untuk itu diperlukan jaminan
pemerintah dan kemudahan lain, jika ingin mendatangkan investasi yang besar
tersebut. Apalagi proses persiapan dan pembangunan PLTN hingga pengoperasian
komersial memerlukan waktu yang cukup panjang sekitar 8-10 tahun.
Aspek
Teknologi
PP No. 43 Tahun
2006 tentang Perijinan Reaktor Nuklir menyatakan dalam salah satu pasalnya
bahwa PLTN komersial yang akan dibangun di Indonesia harus menggunakan
teknologi teruji (proven technology), yang didefinisikan sebagai PLTN yang
sudah dioperasikan secara komersial selama 3 tahun berturutturut di Negara
asalnya dan mempunyai faktor kapasitas rerata 75%.
BATAN sudah
memberikan masukan kepada pemerintah, bahwa teknologi yang digunakan sebaiknya
PLTN jenis PWR (Pressurized Water
Reactor) dengan daya 900-1100 MWe. Jenis PWR lebih disukai dan banyak
digunakan oleh banyak Negara karena relative lebih mudah dioperasikan, dan area
yang terkena radiasi terbatas hanya di dalam kubah reaktor, sehingga relatif
lebih bersih dan lebih sederhana penanganan proses radiasinya. Dari sekitar 440
PLTN yang sudah dioperasikan di dunia saat ini, terdapat sekitar 260 berjenis
PWR yang sudah dioperasikan atau sekitar 60%. Sebagian besar kapasitas per unit
PWR adalah 1000 MWe seperti di Jepang, Korea, dan Cina, yang terbesar adalah
1600 MWe/unit seperti yang saat ini dibangun di Filandia dan Perancis.
Teknologi PLTN
yang saat ini banyak dibangun di seluruh dunia, sudah termasuk dalam kategori
generasi teknologi PLTN 3+, yang jaminan keamanannya sudah sangat tinggi. Hal
ini sangat berbeda dengan PLTN jenis Three Mile Island dan Chernobyl yang masih
mempunyai kategori generasi ke 2. Dan jenis PLTN seperti Chernobyl sudah tidak
digunakan lagi di dunia. sehingga kemungkinan kecelakaan seperti yang terjadi
di kedua reaktor tersebut hampir dipastikan tidak akan terjadi.
Proses
pendinginan PLTN (di kondensor) dapat menggunakan air laut, seperti semua PLTN
yang saat ini dioperasikan di Jepang (54 unit) dan Korea (20 unit), dan di
banyak PLTN di negara-negara lainnya. Teknologi pendingin dengan air laut sudah
mencapai tahapan “state of the art”, dan
juga digunakan di semua pembangkit PLTU/PLTGU yang saat ini dioperasikan di
Indonesia.
Indonesia juga
aktif terlibat di berbagai proyek penelitian nuklir dunia, tetapi dengan dana
sangat terbatas, maka hasilnyapun tidak terlalu dirasakan manfaatnya.
Keterbatasan dana penelitian dapat dilihat pada kecilnya dana belanja litbang
Pemerintah. Pada tahun 2004 dana litbang Indonesia hanya sebesar 0,05% GPD, dan
tahun 2008 menurun menjadi 0,03 GDP. Bandingkan dengan Malaysia yang mempunyai
angka 0,69 GPD dan Vietnam sebesar 0,19% GPD masing-masing di tahun 2004.
Tetapi pada dasa
warsa berikutnya reaktor penelitian kedua telah dibangun dan dioperasikan di
Yogyakarta dengan daya 100 kW yang diberi nama Kartini yang dibangun oleh
bangsa Indonesia.
Reaktor Kartini
selain untuk kegiatan penelitian juga digunakan untuk fasilitas pelatihan calon
operator reaktor.
Pada tahun
1980-an pemerintah mulai merencanakan untuk memanfaatkan tenaga nuklir sebagai
pembangkir listrik yang ditandai dengan dibangunnya fasilitas nuklir berupa
reaktor serbaguna Siwabessy di Serpong Tangerang.
Selain reaktor
riset yang telah dimiliki, untuk sarana penguasaan teknologi nuklir juga telah
dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung pengembangan iptek nuklir
seperti fasilitas produksi bahan bakar reaktor riset dan raktor daya, fasilitas
pengelolahan limbah radioaktif, fasilitas pengujian bahan dan fasilitas
keselamatan reaktor daya, rekayasa instrumentasi nuklir eksplorasi mineral
radioaktif dll.
Seluruh
fasilitas nuklir tersebut dibangun di Kawasan Puspiptek Serpong yang mulai
dioperasikan pada tahun 1987 dan kawasan nuklir pasar jumat.
Semua ini
digunakan dalam upaya penguasaan teknologi industri nuklir untuk menunjang
kemandirian dalam pembangunan dan pengoperasikan PLTN di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Energi nuklir merupakan energi yang dihasilkan
memalui reaksi fisi nuklir yang biasannya menggunakan bahan bakar Uranium dan
menghasilkan energi yang sangat besar. PLTN diharapkan bisa menutupi kebutuhan
energi listrik di dunia.
Di Indonesia saat ini masih dalam perencanaan menuju
pembangunan PLTN. Kendala yang dialami Indonesia adalah sulitnya sosialisasi ke
masyarakat karena bahayanya nuklir jika terjadi kecelakaan.
3.2
SARAN
Sebagai
mahasiswa dan masyarakat yang ber-IPTEK seharusnya kita mendukung dengan
kebijakan rencana pembangunan PLTN di Indonesia untuk mencegah terjadinya
krisis energi lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Peryoga, Yoga dkk. Mengenal Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Buku Suplemen untuk Sekolah Menengah Atas. 2008. Jakarta: Kementerian
Negara Riset dan Teknologi.
http://batanteknologi.wordpress.com/2012/07/02/pengertian-energi-nuklir/
http://id.wikipedia.org/wiki/Reaksi_nuklir
Ridwan,
Ahmad T. Nugraha. Majalah 1000 Guru Edisi
6. 2011.
Soetrisnanto,
Arnold. PLTN Menjamin Ketahanan
Penyediaan Listrik Nasional. 2010. Jakarta: MPEL, HIMNI, METI, IEN, WIN.